Sabtu, 30 Mei 2015

Pengarcaan Siwa

Mempelajari arca Hindu-Budha ternyata tidaklah gampang.  Bagi saya arca merupakan sesuatu yang sangat rumit. Sungguh hebat orang yang membuatnya, dengan kesungguhan, ketelitian, kepiawaiannya, bisa menghasilkan karya yang sangat indah. Keunikan yang ada pada arca membuat saya penasaran untuk mengetahui seluk beluk arca bukan hanya sekedar unsur seninya. Timbul berbagai pertanyaan yang menggugah saya mencari informasi sedalam-dalamnya. Dalam rangka pencerahan dan jawaban pertanyaan tersebut akhirnya saya putuskan untuk jelajah ilmu lagi melalui literatur yang bisa dipercaya. Setelah searching kesana-kemari, akhirnya didapatlah beberapa informasi penting yang berkaitan erat dengan pembuatan arca Hindu Budha. 

Sedikit saya kasih gambaran bahwa dalam upaya mempelajari arca Hindu Budha tentu kita harus memahami dulu latar belakang dan mitos asal mula pengarcaannya. Supaya tidak kepanjangan, dalam artikel yang saya bahas kali ini hanya akan berbicara tentang arca dewa Siwa sebagai Dewa Pelebur dan merupakan salah satu dewa tertinggi di agama Hindu. Berikut merupakan informasi tentang mitologi Siwa dan mitos yang menjadi asal muasal sehingga diarcakan dengan atribut-atributnya.

Siwa sebagai Mahadewa
Sumber: Kitab Mahabharata
Penjelasan: Siwa disebut sebagai Mahadewa yaitu dewa  tertinggi di antara para dewa. Kitab ini menjelaskan asal mula Siwa mendapat sebutan demikian. Suatu ketika para dewa menyuruh Siwa membinasakan makhluk-makhluk jahat yang tertinggal di Triputra. Siwa diberi setengah kekuatan dari masing-masing dewa dan setelah dimusnahkan Siwa dianggap sebagai dewa tertinggi

Siwa sebagai Trinetra artinya Bermata Tiga
Sumber: Kitab Mahabarata Sloka
Sebutan ini didapatkan Siwa ketika keningnya muncul mata ketiga untuk mengembalikan keadaan dunia seperti keadaan semula yang terganggu Karena kedua mata Siwa tertutup oleh kedua tangan Parwati yang ketika itu tengah asyik bercengkrama dengan Siwa. Untuk mngembalikan keadaan dunia Siwa menciptakan mata ketiga pada keningnya.

Sumber: Kitab Linggapurana
Diceritakan bahwa Sati, anak Daksa istri pertama Siwa bunuh diri dengan cara terjun ke dalam api karena ayahnya, Daksa tidak menghiraukan Siwa suaminya. Karena peristiwa tersebut, Siwa pergi bertapa di atas gunung Himalaya. Parwati anak Himawan yang jatuh cinta kepada Siwa sebenarnya adalah Sati yang lahir kembali. Sementara itu makhluk jahat asura Tataka mulai mengganggu para dewa. Menurut ramalan yang dapat membinasakan makhluk jahat tersebut hanyalah anak Siwa. Dalam kebingungannya para dewa memutuskan untuk membangunkan Siwa. Mereka sepakat akan meminta pertolongan dewa Kama. Dengan upayanya berangkatlah para dewa disertai dengan Parwati ke tempat Siwa bertapa. Karena keampuhan panah dewa Kama, Siwa terbangun. Siwa yang terusik oleh perbuatan Kama, membuka mata ketiganya yang menyemburkan api. Api tersebut membakar Kama hingga menjadi abu. Pada saat yang bersamaan karena keampuhan panah Kama, Siwa “jatuh cinta” pada Parwati. Rati, istri dewa Kama yang mendengar kematian suaminya datang menghadap Siwa dan mohon untuk menghidupkan kembali Kama. Untuk menghibur Rati, Siwa berjanji bahwa Kama kelak akan lahir kembali sebagai Pradhyumna. Kisahnya diakhiri dengan Pernikahan Siwa dan Parwati, serta kelahiran Kumara atau Subrahmanya yang dapat membunuh Taraka.


Kulit harimau, Ular, Kijang, Parasu, Bulan Sabit dan Tengkorak pada Mahkota
Sumber: Kitab Suprabhedagama,
Pada suatu waktu, Siwa pergi ke hutan dengan menyamar sebagai pengemis. Istri para pendeta yang kebetulan melihatnya jatuh cinta sehingga para pendeta marah. Dengan kekuatan magisnya mereka menciptakan seekor harimau yang diperintahkan untuk menyerang Siwa, namun dapat dibinasakan, dan kulitnya oleh Siwa dijadikan pakaiannya. Menyaksikan Siwa dapat mengalahkan harimau ciptaannya mereka makin marah dan menciptakan seekor ular. Ular berhasil ditangkap Siwa dan dibuat perhiasan (terdapat juga di kitab Matsya Purana). Setelah kedua usaha tersebut gagal mereka menciptakan kijang dan parasu, namun kali ini pun Siwa dapat melumpuhkan serangan para pendeta tersebut. Sejak kejadian tersebut kijang dan parasu menjadi dua di antara sekian banyak laksana Siwa.

Siwa Mendapat Julukan Gajasura-samharamurti
Sumber: Kurma Purana
Tersebutlah beberapa orang pendeta sedang bertapa diganggu makhluk jahat yang menjelma sebagai gajah. Siwa yang diminta pertolongannya dapat membunuh gajah jelmaan terebut. Kulit gajah yang berhasil dikalahkannya itu kemudian dijadikan sebagai pakaian Siwa.

Hiasan Bulan Sabit pada jatamakutanya
Sumber: Kitab Kamikagama
Datohan, salah seorang putra Brahma menikahkan keduapuluh tujuh (konstelasi bintang) anak perempuannya pada Santiran, dewa Bulan. Dia minta pada menantunya agar memperlakukan semua istrinya sama dan mencintai mereka tanpa membeda-bedakan. Selama beberapa waktu Santiran hidup bahagia bersama istri-istrinya tanpa mebedakan mereka. Dua di antara keduapuluh tujuh istrinya, Kartikai dan Rogini adalah yang tercantik. Lama kelamaan tanpa disadari Santiran lebih memperhatikan keduanya dan mengabaikan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak diperhatikan mereka mengadu kepada ayah mereka. Datohan mencoba menasehati menantunya agar mengubah sikap namun tidak berhasil. Setelah berulangkali Santiran diingatkan dan tidak mengindahkan, Datohan menjadi marah dan mengutuk menantunya: keenambelas bagian tubuhnya akan hilang, mati. Karena kutukan itu Santiran mulai kehilangan bagian-bagian tubuhnya satu-persatu. Ketika bagian tubuhnya tinggal seperenambelaas bagian, Santiran menjadi panik dan pergi meminta bantuan serta perlindungan Intiran. Intiran tidak dapat menolong. Dalam keadaan putus asa Santiran menghadap brahma yang menasihatinya agar pergi menghadap Siwa. Santiran langsung menuju gunung Kailasa dan mengadakan pemujaan Siwa. Siwa yang berbelas kasihan kemudian mengambil bagian tubuh Santiran dan diletakan di dalam rambutnya sambil berkata “jangan khawatir anda akanmendapatkan kembali bagian-bagian tubuh anda namun itu akan kembali hilang satu persatu. Perubahan itu akan berlangsung terus menerus. Demikianlah dalam pengarcaannya rambut Siwa dihiasi bagian tubuh Santiran yang berbetuk bulan sabit, di samping tengkorak.

Kendaraan berupa Sapi Jantan 
Sumber: Kitab Mahabharata
Versi I: Bhisma menjelaskan pada Yudistira mengenai asal mula sapi jantan menjadi wahana Siwa: Daksa atas perintah ayahnya, Brahma menciptakan sapi. Siwa yang sedang bertapa di dunia terkena susu yang tumpah dari mulut anak sapi yang sedang menyusu pada ibunya. Untuk menjaga agar Siwa tidak marah, Daksa menghadiahkan seekor sapi jantan pada SIwa, kemudian dijadikan kendaraannya.
Veri II: mirip cerita di atas, hanya peran daksa dipegang oleh Brahma. Di sini Siwa menjawab pertanyaan Uma mengapa kendaraan Siwa itu adalah banteng bukan binatang lain. Pada waktu penciptaan pertama, semua sapi berwarna putih dan sangat kuat. Mereka berjalan-jalan penuh dengan kesombongan. Tersebutlah Siwa sedang bertapa di pegunungan Himalaya dengan cara berdiri di atas satu kaki dengan lengan diangkat. Sapi-sapi yang sombong itu berjalan bergerombol di sekeliling Siwa sehingga dia kehilangan keseimbangan. Atas kejadian itu Siwa sangat marah dengan mata ketiganya Siwa membakar sapi-sapi yang sombong itu sehingga warna bulu mereka berubah hitam. Itulah sebabnya ada sapi berwarna hitam. Banteng yang melihat kejadian itu mencoba melerai dan meredakan amarah Siwa. Sejak itu Banteng menjadi kendaraan Siwa. Sapi-sapi yang melihat dan megakui kehebatan Siwa sangat kagum mengangkatnya sebagai pemimpin dan memberi julukan Gopati pada Siwa

Ardhanarisvaramurti (Perwujudan Siwa dan Parwati dalam satu tubuh)
Sumber: Sivaparakragama
Menguraikan mitologi dan pengarcaan Siwa dalam perwujudan sebagai ardhanarisvaramurti. Siwa dan saktinya, Parwati disatukan dlam wujud setengah laki-laki dan setengah perempuan sebagai makna dari Ardhanariswaramurti (wujud dewa setengah perempuan). Di gunung Kailasa Siwa duduk bersama Uma, di atas singgasananya. Brahma, Wisnu dan para dewa dan para rsi berdatangan untuk menyatakan hormat serta mohon anugrah. Di antara rsi yang datang terdapat Bhrgi. Ketika gilirannya tiba dia mendekati singgasana dan menyembah Siwa dengn tidak mepedulikan Uma yang duduk di sampingnya. Karena tersinggung Uma bertanya kepada suaminya siapa rsi itu. Jawab Siwa “itu tadi seorang pengikut setia yang mmenganggap aku adalah segala-galanya dan dalam segala hal tergantung kepadaku, namanya Brhngi”. Uma bertekad untuk menundukkan agar dia mau memperhatikan kehadirannya, dan dengan kesaktiannya Uma mengambil semua kekuatan rsi Brhngi berupa darah, daging, dan semangatnya. Di dalam tubuhnya hanya tertinggal tulang dan urat serta keyakinannya akan kekuatan Siwa. Siwa yang menaruh belas kasihan melihat penderitaan Brhngi, memberinya satu kaki tambahan. Brhngi dapat berdiri berkat ketiga kainya, dan dia pun menyanyikan lagu puji-pujian bagi penyelamatannya. Kejadian itu menyadarkan Uma akan kekeliruannya terhadap rsi Bhrngi dan timbul hasratnya untuk menyatukan dirinya dengan Siwa agar mendapat penghormatan yang sama. Untuk menebus kesalahan dan dalam upaya mencapai cita-citanya Uma bermaksud melakukan tapa di gunung Meru. Setelah mendapatkan izin Siwa pergilah Uma melaksanakn niatnya. Setelah dirasa cukup Siwa pergi menemui Uma yang sedang bertapa dengan khusuk, menanyakan kehendaknya. "Tuanku, jawab si pertapa (Uma), saya ingin bersatu secara fisik dengan anda sehingga kita hanya terdiri dari satu tubuh saja." Segera Siwa meletakkan Uma di sebelah kiri tubuhnya. Mereka telah bersatu, separuh Siwa dan Separuh Uma. Bentuk itu disebut Ardhanisvaramurti
Sumber: Matsya Purana
Menceritakan bahwa Parwati melakukan tapa karena marah terhadap Siwa yang telah menolak dan memperolok warna kulitnya yang gelap. Begitu kerasnya Parwati bertapa sehingga dari tubuhnya keluar Durga Saptamatrka dan Yogini dengan wajah yang sangat mengerikan. Brahma yang menyaksikan kesungguhan tapa Dewi berkenan memberi anugrah kepada Parwati berupa warna kulit yang keemasan, serta menjanjikan bahwa Parwati pada saatnya nanti akan menjadi bagian dari tubuh Siwa,
Sumber: Kitab Markandeya Purana
Dalam kitab ini memberi keterangan yang berbeda, Ardhanariswaramurti adalah perwujudan Siwa bersama Wisnu yang digambarkan sebagai perempuan. Dalam kitab ini dikatakan bahwa Rudra dan Wisnu merupakan pencipta alam semesta dalam perwujudannya sebagai Ardhanarisaramurti. Dalam hal ini sisi yang bersifat perempuan disamakan dengan Wisnu karena dianggap sebagai pasangan pasangan Siwa dalam mencipta, memelihara dan merusak yaitu perwujudan Siwa dan Wisnu dalam satu tubuh. Bagian kanan siwa dan bagian kiri wisnu. Wisnu dapat dikenali dari laksananya berupa cakra dan sankha

0 komentar:

Posting Komentar