Asal
Kata
Bahasa
Sansekerta, gana berarti kelompok, orang banyak, atau sistem pengelompokan,
dan isha berarti
penguasa atau pemimpin. Kata gana ketika dihubungkan
dengan Ganesha seringkali merujuk kepada para gana, pasukan makhluk
setengah dewa yang menjadi pengikut Siwa
Nama
Lain
Kitab Amarakosha, yaitu
kamus bahasa Sansekerta, menyebutkan bahwa Ganesha memiliki daftar delapan nama
yaitu Winayaka (muncul
di kitab-kitab Purana Hindu dan Tantra agama Budha), Wignaraja/Wignesa yang
berarti penguasa segala rintangan, Dwaimatura (yang memiliki dua ibu, Ganadipa (sama dengan
Ganapati dan Ganesha atau pemimpin kaum Gana, Ekadanta (yang memiliki satu gading), Heramba, Lambodara (yang memiliki perut bak periuk, atau perut yang
bergelayutan), dan Gajanana (yang
bermuka gajah). Dalam pewayangan disebut Bhatara Gana, dan dianggap merupakan salah satu putra Bathara Guru
(Siwa). Pada sumber lain dikenal juga dengan sebutan Pille atau Pilleyar yang
berarti anakkecil. Ada juga yang menafsirkan makna Pille yangberarti
anak sementara pilleyar berarti seorang anak yang
mulia. Dari banyaknya Pengusir segala rintangan, dewa saat
memulai pekerjaan, dewa segala rintangan, dewa pelindung seni dan ilmu
pengetahuan, dewa kecerdasan, dan kebijaksanaan.
Kepala
Ganesha memiliki muka berupa gajah yang digambarkan berkepala besar, dua telinga yang lebar, mata yang sipit, dan pada salah satu gadingnya patah (ekadanta). Ada yang patah di sebelah kanan, ada yang di sebelah kiri, dan ada pula yang keduanya tidak patah. Namun yang paling banyak dijumpai pada situs-situs arkeologi adalah Ganesha bergading satu. Mahkotanya di beberapa arca berbentuk bulan sabit dan tengkorak (candrakapala), sebagai pertanda bahwa Ganesha adalah anak Dewa Siwa. Di dahinya terdapat trinetra (mata ketiga) yang hanya dimiliki oleh Siwa dan Ganesha. Belalai Ganesha pada umumnya selalu melengkung ke kiri/kanan mengarah ke mangkuk yang dipegang tangan bawahnya. Mangkok tersebut kadangkala digambarkan sebagai batok kepala. Simbol yang menggambarkan Ganesha sedang menyerap otak (kepala) sebagai sumber asal akal manusia dan merupakan sumber ilmu pengetahuan. Ganesha memiliki lingkaran suci atau cahaya di belakang kepalanya (Sirascakra: sira berarti kepala, cakra berarti roda atau lingkaran). Namun demikian arca Ganesha ada yang digambarkan dengan sandaran dan tanpa sandaran. Bila ditempatkan di tengah relung candi biasanya tidak memiliki sandaran.
Ganesha memiliki muka berupa gajah yang digambarkan berkepala besar, dua telinga yang lebar, mata yang sipit, dan pada salah satu gadingnya patah (ekadanta). Ada yang patah di sebelah kanan, ada yang di sebelah kiri, dan ada pula yang keduanya tidak patah. Namun yang paling banyak dijumpai pada situs-situs arkeologi adalah Ganesha bergading satu. Mahkotanya di beberapa arca berbentuk bulan sabit dan tengkorak (candrakapala), sebagai pertanda bahwa Ganesha adalah anak Dewa Siwa. Di dahinya terdapat trinetra (mata ketiga) yang hanya dimiliki oleh Siwa dan Ganesha. Belalai Ganesha pada umumnya selalu melengkung ke kiri/kanan mengarah ke mangkuk yang dipegang tangan bawahnya. Mangkok tersebut kadangkala digambarkan sebagai batok kepala. Simbol yang menggambarkan Ganesha sedang menyerap otak (kepala) sebagai sumber asal akal manusia dan merupakan sumber ilmu pengetahuan. Ganesha memiliki lingkaran suci atau cahaya di belakang kepalanya (Sirascakra: sira berarti kepala, cakra berarti roda atau lingkaran). Namun demikian arca Ganesha ada yang digambarkan dengan sandaran dan tanpa sandaran. Bila ditempatkan di tengah relung candi biasanya tidak memiliki sandaran.
Tangan
Pada
kebanyakan arca yang ditemukan, Ganesha biasanya bertangan empat tetapi ada
juga yang hanya bertangan dua. Tangan-tangan belakang memegang kapak (parasu) dan
tasbih (aksamala) sementra tangan depannya memegang mangkuk dan salah satu patahan
gadingnya. Selain atribut yang disebutkan tadi, ditemukan pula arca ganesha
yang sedang memegang jerat seperti pada arca yang ditemukan di daerah Ungaran,
tangan kanan belakang memegang tasbih sementara tangan kiriya memegang jerat
atau tali penjerat.
Badan
Sebagaimana
penggambaran arca dewa lainnya, arca Ganesha juga memiliki tali kasta atau Upawita berupa
ular yang menunjukkan ciri yang dimiliki oleh ayahnya. Selain itu juga
dilengkapi dengan kalung, hiasan pinggang, kelat bahu, gelang tangan dan gelang
kaki. Salah satu yang menjadi bahan perhatian seseorang ketika melihat
ganesha adalah perutnya yang buncit. Dengan penggambaran perut seperti itu
menimbulkan kesan terhadap sosok Ganesha yang lucu. Pendapat tersebut tidaklah
salah karena dalam beberapa versi juga Ganesha dikenal sebagai dewa yang jenaka
dan salah satu dewa yang pandai menari seperti ayahnya. Kesan lucu juga
tergambar dari sikap tubuhnya yang pada umumnya digambarkan sebagai dewa dalam
wujudnya seperti bayi. Hal ini terutama tergambar pada sikap duduk ganesha
seperti bayi dengan posisi telapak kaki sejajar dengan kedua lutut menyentuh
dasar tempat duduk
Kaki
Sikap kaki Ganesha memiliki berbagai variasi dan pola-pola berbeda dalam pengarcaannya. Kadangkala digambarkan, berdiri dengan dua kaki atau satu kaki, menari, beraksi dengan gagah berani, sikap duduk dengan telapak kaki sejajar, ada juga salah satu kaki menggantung ke bawah tempat duduk, atau bersikap manis dalam suatu keadaan.
Sikap kaki Ganesha memiliki berbagai variasi dan pola-pola berbeda dalam pengarcaannya. Kadangkala digambarkan, berdiri dengan dua kaki atau satu kaki, menari, beraksi dengan gagah berani, sikap duduk dengan telapak kaki sejajar, ada juga salah satu kaki menggantung ke bawah tempat duduk, atau bersikap manis dalam suatu keadaan.
Mengapa
kepalanya berupa gajah?
Beberapa kitab mengatakan
bahwa Ganesha terlahir dengan kepala gajah, ada pula yang menyebutkan bahwa
kepala gajah diperoleh Ganesha di kemudian hari. Dalam Kitab Brahmawaiwartapurana terdapat
kisah yang cukup menarik. Saat Ganesha lahir, ibunya, Parwati, menunjukkan
bayinya yang baru lahir ke hadapan para dewa. Tiba-tiba, Dewa Sani (Saturnus),
yang konon memiliki mata terkutuk, memandang kepala Ganesha sehingga kepala si
bayi terbakar menjadi abu. Dewa Wisnu datang menyelamatkan dan mengganti
kepala yang lenyap dengan kepala gajah. Kisah lain dalam kitab
Warahapurana mengatakan bahwa Ganesha tercipta secara langsung oleh tawa
Siwa. Karena Siwa merasa Ganesha terlalu memikat perhatian, ia memberinya
kepala gajah dan perut buncit.
Dalam kitab
Siwapurana terdapat cerita yang berbeda lagi, suatu ketika Parwati
(istri Dewa Siwa) ingin mandi. Karena tidak ingin diganggu, ia menciptakan
seorang anak laki-laki. Ia berpesan agar anak tersebut tidak mengizinkan
siapapun masuk ke rumahnya selagi Dewi Parwati mandi dan hanya boleh
melaksanakan perintah Dewi Parwati saja. Perintah itu dilaksanakan sang anak
dengan baik. Alkisah ketika Dewa Siwa hendak masuk ke rumahnya, ia tidak dapat
masuk karena dihadang oleh anak kecil yang menjaga rumahnya. Bocah tersebut
melarangnya karena ia ingin melaksanakan perintah Parwati dengan baik. Siwa
menjelaskan bahwa ia suami Parwati dan rumah yang dijaga si bocah adalah
rumahnya juga. Namun sang bocah tidak mau mendengarkan perintah Siwa, sesuai
dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar perintah siapapun. Akhirnya Siwa
kehabisan kesabarannya dan bertarung dengan anaknya sendiri. Pertarungan amat
sengit sampai akhirnya Siwa menggunakan trisulanya dan memenggal kepala si
bocah. Ketika Parwati selesai mandi, ia mendapati putranya sudah tak bernyawa.
Ia marah kepada suaminya dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali. Siwa
sadar akan perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya. Atas saran
Brahma, Siwa mengutus abdinya, yaitu para gana, untuk memenggal kepala makhluk
apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke
dunia, gana mendapati seekor gajah sedang menghadap utara. Kepala gajah
itu pun dipenggal untuk mengganti kepala Ganesha hingga akhirnya Ganesha dihidupkan
kembali.
0 komentar:
Posting Komentar