Selasa, 19 Mei 2015

SEBUAH NAMA: INDONESIA


Kadang masih kita mendengar "apalah arti sebuah nama?". Tapi pada kenyataannya sebuah nama justru menjadi hal yang sangat penting. Tidak terbayangkan seandainya segala yang ada di dunia ini tidak memiliki nama. Nama bagi saya merupakan hal yang sangat unik, dari nama inila juga akan membedakan satu dengan lainnya, bahkan menjadi identitas tersendiri bagi pemiliknya.

Berbicara tentang nama, pernahkah terpikirkan oleh kalian tentang nama sebuah negara bangsa yang kita cintai dan banggakan ini?. "Indonesia", satu nama yang menurut saya ketika waktu SD terasa sangat aneh karena belum tahu makna yang tersembunyi dari indahnya kata tersebut. Coba-mencoba mencari arti hingga beresnya mengenyam bangku SD masih belum juga diketemukan. Yah, maklum saat itu zaman tidak secanggih era sekarang yang serba instan. 

Seiring berjalannya waktu pertanyaan itu pun sempat terlupakan hingga tak sengaja makna yang lebih akademis baru saya dapatkan ketika sudah menginjak bangku SMA. Sayangnya lama-kelamaan makna dari Indonesia pun sempat terlupakan kembali. Dari kejadian inilah kemudian saya merasa terinspirasi untuk menyingkap, mencari tahu kembali, menguak seluk beluk hingga lahirnya kata Indonesia ini. 

Sebelum Kedatangan Bangsa Barat
Sebelum lahir istilah Indonesia, ternyata telah ada catatan-catatan kuno yang meyebut wilayah kepulauan Indonesia. Misalnya pada catatan kuno bangsa Tionghoa yang menyebut kawasan kepulauan kita dengan sebutan Nan-hai yang berarti Kepulauan Laut Selatan. Ada juga catatan dari India yang menamai kepulauan ini Dwipantara, Kepulauan Tanah Sebrang. Kata tersebut diambil dari bahasa Sansekerta, dwipa berarti pulau sedangkan antara berarti luar atau sebrang. Dalam kisah Ramayana karangan pujangga Valmiki, terdapat juga istilah yang dihubung-hubungkan dengan nama kepulauan kita. Cerita yang sangat tenar ini mengisahkan pencarian Rama terhadap istrinya, Sinta yang diculik Ravana sampai ke Swarnadwipa, Pulau Emas yang terletak di Dwipantara. 

Masa Kolonialisme
Pada masa ini saya sedikit terheran-heran dengan istilah "Hindia" yang sering kita dengar dalam pelajaran sejarah yang sudah ada sejak SD. Apakah gerangan juga dengan makhluk bernama Hindia tersebut, apakah ini nama lain dari India atau hanya sekedar nama lautan. Bahkan ada juga istilah "Hindia Belanda" yang mengacu pada nama kepulauan kita sebelum terbentuknya Indonesia yang berdaulat. 

Istilah Hindia ternyata merupakan sebutan dari Bangsa Eropa yang awalnya beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari dari Arab, Persia, India,dan Cina. Menurut mereka wilayah yang terbentang dari Persia hingga Cina semuanya adalah Hindia. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Nama kepulauan kita sendiri diberi nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies , Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (*Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel Malais). 

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, dalam bukunya "Max Havelaar" pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Ketika tanah ini dijajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie atau Hindia Belanda, sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah Hindia Timur atau To-Indo.

Masa Pergerakan Nasional
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Oleh Dr. Setiabudi katanusantara zaman Majapahit tersebut diberi pengertian yang nasionalistis.

Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern. Istilah Nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah Nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Lalu dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul?

Kalau dilihat satu-persatu, dari nama-nama yang disebutkan di atas makna yang terkandung umumnya memengacu pada "Kepulauan" dan "Hindia"

Nama Indonesia
Tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.” Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, sebab nama Hindia Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama, Indunesia atau Malayunesianesos, dalam bahasa Yunani berarti Pulau. 

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia, Kepulauan Melayu, daripada Indunesia atau Kepulauan Hindia, sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago, Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan ini, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan, “Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.”Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.

Tokoh nasional kita yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.


Masa Kebangkitan Nasional: Makna politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. 

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda, yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging, berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Dalam satu tulisannya Bung Hatta menegaskan, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut Hindia Belanda. Juga tidak Hindia saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.“

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).

Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia. Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah namun masukkanya Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 membuat Hindia Belanda ‘lenyap’ dan pada akhirnya tergantikan dengan Republik Indonesia.



0 komentar:

Posting Komentar