Kadang masih kita mendengar
"apalah arti sebuah nama?". Tapi pada kenyataannya sebuah nama justru
menjadi hal yang sangat penting. Tidak terbayangkan seandainya segala yang ada
di dunia ini tidak memiliki nama. Nama bagi saya merupakan hal yang sangat unik,
dari nama inila juga akan membedakan satu dengan lainnya, bahkan menjadi
identitas tersendiri bagi pemiliknya.
Berbicara tentang nama, pernahkah
terpikirkan oleh kalian tentang nama sebuah negara bangsa yang kita cintai dan
banggakan ini?. "Indonesia", satu nama yang menurut saya ketika waktu
SD terasa sangat aneh karena belum tahu makna yang tersembunyi dari indahnya
kata tersebut. Coba-mencoba mencari arti hingga beresnya mengenyam bangku SD
masih belum juga diketemukan. Yah, maklum saat itu zaman tidak secanggih era
sekarang yang serba instan.
Seiring berjalannya waktu
pertanyaan itu pun sempat terlupakan hingga tak sengaja makna yang lebih
akademis baru saya dapatkan ketika sudah menginjak bangku SMA. Sayangnya
lama-kelamaan makna dari Indonesia pun sempat terlupakan kembali. Dari kejadian
inilah kemudian saya merasa terinspirasi untuk menyingkap, mencari tahu
kembali, menguak seluk beluk hingga lahirnya kata Indonesia ini.
Sebelum Kedatangan Bangsa Barat
Sebelum lahir istilah Indonesia,
ternyata telah ada catatan-catatan kuno yang meyebut wilayah kepulauan
Indonesia. Misalnya pada catatan kuno bangsa Tionghoa yang menyebut kawasan
kepulauan kita dengan sebutan Nan-hai yang berarti Kepulauan Laut Selatan. Ada juga catatan dari India
yang menamai kepulauan ini Dwipantara,
Kepulauan Tanah Sebrang. Kata tersebut diambil dari bahasa Sansekerta, dwipa
berarti pulau sedangkan antara berarti luar atau sebrang. Dalam kisah Ramayana
karangan pujangga Valmiki, terdapat juga istilah yang dihubung-hubungkan dengan
nama kepulauan kita. Cerita yang sangat tenar ini mengisahkan pencarian Rama
terhadap istrinya, Sinta yang diculik Ravana sampai ke Swarnadwipa, Pulau Emas
yang terletak di Dwipantara.
Masa Kolonialisme
Pada masa ini saya sedikit terheran-heran dengan istilah
"Hindia" yang sering kita dengar dalam pelajaran sejarah yang sudah
ada sejak SD. Apakah gerangan juga dengan makhluk bernama Hindia tersebut,
apakah ini nama lain dari India atau hanya sekedar nama lautan. Bahkan ada juga
istilah "Hindia Belanda" yang mengacu pada nama kepulauan kita
sebelum terbentuknya Indonesia yang berdaulat.
Istilah Hindia ternyata merupakan
sebutan dari Bangsa Eropa yang awalnya beranggapan bahwa Asia hanya terdiri
dari dari Arab, Persia, India,dan Cina. Menurut mereka wilayah yang terbentang
dari Persia hingga Cina semuanya adalah Hindia. Semenanjung Asia Selatan mereka
sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia
Belakang". Nama kepulauan kita sendiri diberi nama "Kepulauan
Hindia" (Indische Archipel, Indian
Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies ,
Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan
Melayu” (*Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel Malais).
Eduard
Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran
Multatuli, dalam bukunya "Max Havelaar" pernah mengusulkan
nama yang spesifik untuk menyebutkan
kepulauan tanah air kita, yaitu
Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula
berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang
populer. Ketika tanah ini dijajah oleh bangsa Belanda, nama
resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie atau Hindia Belanda,
sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah Hindia Timur
atau To-Indo.
Masa
Pergerakan Nasional
Pada
tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker
(1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik
Multatuli), memopulerkan suatu nama
untuk tanah air kita yang tidak mengandung
unsur kata “India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu
istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi
mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman
Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 Lalu
diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom
pada tahun 1920.
Namun
perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi
jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit
Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam
bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa
(Pulau Jawa). Oleh Dr. Setiabudi katanusantara zaman
Majapahit tersebut diberi pengertian yang nasionalistis.
Dengan
mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki
arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”,
sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara yang modern.
Istilah Nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya
sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda. Sampai hari ini istilah Nusantara
tetap kita pakai untuk menyebutkan
wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi
nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Lalu dari
mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul?
Kalau dilihat satu-persatu, dari
nama-nama yang disebutkan di atas makna yang terkandung umumnya memengacu pada
"Kepulauan" dan "Hindia".
Nama Indonesia
Tahun
1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the
Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola
oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang
Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh.
Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel
Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam
JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of
the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.” Dalam
artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan
Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, sebab nama Hindia
Tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain.
Earl mengajukan dua pilihan nama, Indunesia atau Malayunesia, nesos, dalam bahasa
Yunani berarti Pulau.
Earl
sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia, Kepulauan Melayu, daripada
Indunesia atau Kepulauan Hindia, sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras
Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan
Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu
dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan
istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV
itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian
Archipelago, Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya
nama khas bagi kepulauan ini, sebab istilah “Indian
Archipelago” terlalu
panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang
Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih
baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk
pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak
pada halaman 254 dalam tulisan Logan, “Mr.
Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia , which
is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the
Indian Archipelago.”Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya
Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa
dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak
saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam
tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di
kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar
etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905)
menerbitkan buku Indonesien
oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima
volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara
ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian
inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda,
sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian.
Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van
Nederlandsch-Indie tahun 1918.
Tokoh nasional kita yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi
Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun
1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Masa
Kebangkitan Nasional: Makna politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan
tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu
identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah
Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada
tahun 1922 atas inisiatif Mohammad
Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi)
di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda, yang
terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging, berubah nama menjadi
Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra,
berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Dalam
satu tulisannya Bung Hatta menegaskan, “Negara Indonesia Merdeka yang akan
datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut Hindia
Belanda. Juga tidak Hindia saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan
India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een
politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa
depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha
dengan segala tenaga dan kemampuannya.“
Sementara
itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun
1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk
kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah
tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia.
Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa
kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang
kini kita sebut Sumpah Pemuda. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota
Volksraad, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardji
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama
“Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch- Indie”. Tetapi
Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah namun masukkanya
Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 membuat Hindia Belanda ‘lenyap’ dan pada
akhirnya tergantikan dengan Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar