Sabtu, 13 Juni 2015

Sejarah Islam di Indonesia

Ada beberapa pertanyaan awal yang bisa diajukan untuk menelusuri kedatangan Islam di Indonesia. Beberapa pertanyaan itu adalah, dari mana Islam datang? Siapa yang membawa dan kapan kedatangannya? Mari kita  cari jawabannya bersama-sama.

1. Merunut Masuknya Islam ke Indonesia
Pernahkah kamu mendengar sebutan Serambi Mekah? Daerah manakah yang mendapat sebutan itu? Mengapa daerah itu disebut Serambi Mekah? Serambi Mekah adalah sebutan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dahulu kawasan Aceh menjadi salah satu pusat perdagangan dan perkembangan agama serta kebudayaan Islam yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara. Kalau untuk dunia perdagangan, mungkin kamu tidak akan heran karena Aceh letaknya sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia. Namun, bagaimana mungkin Aceh bisa menjadi pusat penyebaran agama dan kebudayaan Islam? Siapa yang membawa dan dari mana asal pengaruh Islam itu?

a. Golongan Pembawa Islam di Indonesia
Adanya interaksi antarpedagang dari penjuru dunia dengan intensitas yang tinggi, memunculkan beragam teori mengenai tokoh yang sebenarnya memperkenalkan agama Islam kepada penduduk Nusantara. Teori-teori yang muncul sehubungan dengan pembawa Islam
ke Nusantara antara lain sebagai berikut:

1) Islam Diperkenalkan oleh Bangsa Arab
Sir John Crawford, seorang sejarawan Inggris berpendapat bahwa Islam sudah sampai ke Indonesia sejak abad VII. Teori ini didasarkan atas berita Cina dari zaman Dinasti Tang yang menceritakan adanya orang-orang Ta-shih (bangsa Cina menyebut bangsa Arab dengan sebutan Ta-shih) yang mengurungkan niatnya menyerang Kalingga. Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) berpendapat bahwa sejak abad pertama Hijriah, orang-orang Indonesia telah menggali ideologi Islam ke Mekah dan Mesir yang berintikan mazhab Syafi’i. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam diperkenalkan oleh bangsa Arab sendiri. Apakah alasan yang beliau ajukan? Pertama, dalam laporan perjalanan yang ditulis Ibnu Batutah tertulis bahwa Raja Samudera Pasai bermazhab (aliran) Syafi’i. Saat itu mazhab Syafi’i baru berkembang di Mesir. Kedua, gelar yang dipakai oleh raja-raja Samudera Pasai dengan raja-raja Mesir ada persamaan, yaitu al-Malik. Ketiga, sudah ada seorang ulama Indonesia yang mengajarkan ilmu Tasawuf (ajaran atau cara untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya di Arab, yaitu Syekh Abu Masud Abdullah Ibn Masud al-Jawi.

2) Islam Datang dari Gujarat/India
Pendapat ini dikemukakan oleh Christian Snouck Hurgronje dari Belanda. Ia berpendapat bahwa bangsa yang menyebarkan agama Islam pertama-tama di Indonesia bukan dari Arab, melainkan dari Gujarat, India. Hubungan langsung antara Indonesia dan Arab baru terjadi pada masa kemudian. Pendapat tersebut didasarkan pada adanya unsur-unsur Islam di Indonesia yang menunjukkan persamaan dengan India. Pendapat Snouck diperkuat oleh hasil penelitian kepurbakalaan J.P. Moquette mengenai nisan kubur dari Samudera Pasai yang memuat nama Sultan Malik as-Saleh yang berangka tahun 696 H (1297 M) dan diduga nisan tersebut diproduksi di Cambay-Gujarat.

3) Islam Datang dari Persia
Sejarawan terkemuka Prof. Dr. P.A. Hoessein Djajadiningrat berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui Iran (Persia). Beliau memberi bukti dari ejaan dan tulisan Arab. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer, dan depan disebut Pes. Dalam bahasa Arab ejaan itu disebut Fathah, Kasrah, dan Dhammah. Di dalam tulisan Arab, Sin bergigi sementara dalam tulisan Persia tidak bergigi. Sementara itu, Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di Persia terdapat suku bangsa ”Leren”. Beliau berpendapat suku inilah yang dahulu datang ke tanah Jawa, sebab di Giri terdapat Kampung Leran.

b. Golongan Penerima Islam di Indonesia
Ketika Sriwijaya mengalami kemunduran akibat ekspansi Singasari dan Majapahit, kehidupan politik dan ekonomi mulai guncang. Di pihak lain, Majapahit mengalami kekacauan akibat pemberontakan di berbagai daerah dan adanya perseteruan anggota keluarga karena perebutan kekuasaan. Akibat keguncangan politik dan ekonomi, kehidupan sosial budaya pun goyah. Keperluan-keperluan upacara keagamaan, kreasi-kreasi dalam kerajinan tangan, seni bangunan, seni patung dan ukir, serta cabang-cabang seni lainnya terpengaruh situasi politik dan ekonomi yang kacau. Pada saat kekacauan itu, banyak pedagang muslim yang singgah di Nusantara. Mereka kemudian memberi pegangan kepada masyarakat yang sedang mengalami kekacauan. Golongan penerima Islam di Indonesia sebagai berikut:

1) Para Pedagang
Para pedagang Nusantara tertarik terhadap Islam karena para pedagang muslim dapat menunjukkan sifat-sifat dan tingkah laku yang baik. Selain itu, para pedagang itu rata-rata memiliki pengetahuan agama yang tinggi. Para pedagang Nusantara belajar tentang Islam dari para pedagang muslim, bahkan beberapa di antaranya datang sendiri ke negeri asal agama tersebut, yaitu Arab.

2) Para Bangsawan
Di antara pedagang Nusantara yang berhubungan dengan para pedagang muslim adalah penguasa daerah pantai, misalnya adipati atau punggawa kerajaan. Mereka termasuk dalam golongan bangsawan. Para bangsawan itu memegang peranan dalam menentukan kebijaksanaan perdagangan dan pelayaran. Mereka juga pemilik kapal dan saham dalam kegiatan perdagangan. Seperti telah diuraikan di depan, pada saat itu pusat-pusat kerajaan Hindu, seperti Sriwijaya dan Majapahit mengalami kekacauan politik. Hal ini menimbulkan keinginan para adipati di pesisir untuk melepaskan diri dan mengadakan hubungan dengan pedagang muslim. Pada kesempatan itu pula, raja-raja dan bangsawan Nusantara memeluk agama Islam.

3) Masyarakat
Rakyat umumnya memandang pemimpin dan bangsawan sebagai contoh yang baik untuk diikuti. Dengan demikian, apabila seorang pemimpin atau bangsawan memeluk agama Islam maka rakyat akan mengikutinya. Selain itu, rakyat yang semula menganut agama Hindu, memandang agama Islam lebih baik karena tidak mengenal kasta. Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Agaknya, inilah daya tarik paling kuat bagi rakyat kecil untuk memeluk Islam.

2. Cara dan Saluran Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan melalui beberapa cara seperti berikut.

a. Perdagangan
Dalam hal ini penyebaran ajaran agama Islam dilakukan oleh pedagang Islam kepada pedagang-pedagang lain. Pada waktu berdagang saudagar-saudagar dari Gujarat, Persia, dan Arab berhubungan atau bergaul dengan penduduk setempat (Indonesia). Mereka berhasil memengaruhi penduduk setempat hingga tertarik untuk menganut agama Islam.

b. Perkawinan
Seorang penganut Islam menikah dengan seorang penganut agama lain sehingga pasangannya masuk Islam. Contohnya pedagang Islam dari Gujarat, Persia, dan Arab menetap di Indonesia dan menikahi wanita Indonesia. Di antara wanita yang mereka nikahi adalah putri raja dan bangsawan. Berkat perkawinan itu, agama Islam menjadi cepat berkembang. Keturunan-keturunan mereka pasti memeluk agama Islam. Sesudah raja-rajanya memeluk Islam, sudah barang tentu rakyatnya dengan mudah dapat terpengaruh sehingga mereka memeluk agama Islam.

c. Pendidikan
Pendidikan agama Islam dilakukan melalui lembaga pesantren (pondok pesantren), perguruan khusus agama Islam. Penyebaran agama Islam melalui pondok pesantren berarti penyebaran melalui perguruan Islam. Perguruan ini mendidik para santri dari berbagai daerah. Setelah tamat, mereka mendirikan lembaga atau pondok pesantren di daerah asal mereka. Dengan demikian, agama Islam berkembang dan menyebar ke seluruh Indonesia. Sebelum menjadi lembaga pendidikan resmi pada tahun 1800-an, pesantren berawal dari kegiatan guru agama di masjid atau istana, yang mengajarkan tasawuf di pertapaan atau dekat makam keramat, pada abad XVI dan XVII. Sebuah sumber sejarah tradisional, yaitu Serat Centhini menyebutkan bahwa cikal bakal pesantren terdapat di Karang, Banten. Pesantren Karang ini berdiri sekitar tahun 1520-an.

d. Dakwah
Penyebaran agama Islam juga banyak dilakukan oleh para wali dan guru dakwah (mubalig). Contohnya penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para wali, yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga.

e. Akulturasi dan Asimilasi Kebudayaan
Untuk mempermudah dan mempercepat perkembangan agama Islam, penyebaran agama Islam juga dilakukan melalui penggabungan dengan unsur-unsur kebudayaan yang ada pada suatu daerah tertentu. Misalnya penggunaan doa-doa Islam dalam upacara adat, seperti kelahiran, selapanan (peringatan bayi berusia 35 hari), perkawinan, seni wayang kulit, beberapa bangunan, ragam hias, dan kesusastraan.

3. Penyebaran Islam di Nusantara
Pengaruh Islam diduga pertama-tama masuk ke Pulau Sumatra melalui pelabuhan Barus yang terletak di pesisir barat Sumatra. Coba kamu lihat dalam peta, letak pelabuhan itu. Nah, dari pulau ini aktivitas bergerak ke pelabuhan Lamuri, Perlak, dan Samudera Pasai. Kamu pasti telah mengetahui mengapa daerah-daerah ini yang menjadi kawasan di Indonesia yang pertama-tama terpengaruh agama dan kebudayaan Islam. Dari Pasai, Islam kemudian berkembang ke Pariaman (Sumatra Barat), Malaka, Tapanuli, Riau, Minangkabau, Kerinci, dan Sumatra Selatan.  Pengaruh agama dan kebudayaan Islam mulai menemukan bentuknya, ketika pada tahun 840 Masehi Perlak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Sultan yang pertama adalah Alauddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.

Setelah Perlak, menyusul Kerajaan Samudera Pasai yang didirikan pada abad XIII oleh Marah Silu. Ia diangkat menjadi raja Islam oleh Syekh Ismail (seorang ulama dari Dinasti Mamalik di Mesir) dengan gelar ”Malikus Saleh”. Gelar ini diambil dari nama pendiri Dinasti Mamalik di Mesir yaitu ”Al Malikush Shaleh Ayub”. Dinasti Pasai memerintah sampai tahun 1406 Masehi. Tampak bahwa pengaruh Asia Barat dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia masih kuat sampai abad XV.

Dari Samudera Pasai, agama Islam dibawa ke wilayah lain di Sumatra oleh Syah Baharuddin. Raden Rahmat dan Minak Kumala (raja Kerajaan Lampung) membawa Islam ke Sumatra Selatan. Raden Samudera atau Sultan Suryanullah membawa Islam ke Banjarmasin (Kalimantan Selatan), sementara yang ke Kalimantan Timur dibawa oleh seorang Arab dari Malaka yang menikah dengan putri raja. Syekh Samsuddin membawa Islam ke Kalimantan Barat. Pembawa Islam ke wilayah Maluku, Ternate, dan Nusa Tenggara adalah Sunan Giri. Datuk ri Bandang membawa Islam ke Sulawesi. Fenomena menarik terjadi di Pulau Jawa. Penyebaran agama dan kebudayaan Islam di pulau ini dilakukan oleh sekelompok yang kelak dikenal Wali Sanga. Akan tetapi, ulama pertama yang datang dan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa adalah Maulana Malik Ibrahim.

Apa yang dapat kamu temukan dari fenomena tersebut? Setelah abad XV penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia dilakukan oleh ulama-ulama lokal. Pusat penyebaran pada awalnya Kerajaan Samudera Pasai kemudian berpindah dan berkembang ke berbagai daerah di Indonesia baik di daerah pesisir maupun di pedalaman. Pedagang-pedagang Islam pada umumnya tinggal selama berbulanbulan, bertahun-tahun, bahkan akhirnya menetap di wilayah Nusantara. Pedagang-pedagang tersebut kemudian mendirikan daerah tempat tinggal tersendiri yang mayoritas dihuni oleh kelompok etnis mereka. Berikut ini beberapa kelompok masyarakat Islam yang terbentuk pada masa perkembangan Islam di Nusantara.

a. Kelompok Masyarakat Arab
Salah satu fenomena yang muncul sebagai akibat dari interaksi bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa dari kawasan Asia Barat adalah terbentuknya koloni Arab di Indonesia. Mereka sebagian besar berasal dari Hadramaut yaitu kawasan pantai Arab Selatan (sekarang daerah Yaman). Coba kamu cari dalam peta letak Hadramaut itu. Daerah yang menjadi koloni Arab Hadramaut antara lain Banten, Jakarta, Karawang, Priangan, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Rembang, Surabaya, Madura, Makassar, Ternate, Aceh, Palembang, dan Pontianak.

Di antara orang Arab Hadramaut yang menjadi ulama dan tokoh masyarakat antara lain Sayid Husein Abu Bakar al-Aidrus (wafat tahun 1798 di Jakarta), Sayid Abdurahman bin Abu Bakar al-Habsyi (wafat tahun 1853), Salim bin Abdullah bin Sunair (wafat tahun 1854), dan Sayid Usman bin Akil bin Yahya al-Alawi (wafat tahun 1913). Dari generasi ke generasi, keturunan Arab Hadramaut ternyata dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengan penduduk Indonesia lainnya. Mereka beraktivitas dalam berbagai bidang kehidupan. Namun, sebagian besar dari mereka terjun di dunia perdagangan (kain, batik, minyak wangi, dan lain-lain).

b. Kampung Pekojan
Pergaulan antara pedagang Gujarat dengan masyarakat Indonesia memunculkan sebuah perkampungan yang disebut pekojan. Hingga saat ini, beberapa kota di Indonesia di dalamnya terdapat Kampung Pekojan. Pekojan berasal dari kata koja yang artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari pedagang tersebut menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri-putri raja atau bangsawan. Oleh karena pernikahan itu, banyak keluarga raja atau bangsawan yang masuk Islam, yang kemudian diikuti oleh rakyatnya.

c. Komunitas Muslim Cina di Nusantara
Awal kedatangan muslim Cina di Nusantara tidak dapat diketahui secara tepat. Sebagai agama, Islam masuk dan berkembang di negeri Cina melalui jalur perdagangan, dan masuk melalui ”jalan sutra” mulai abad VII. Saat itu kekhalifahan Islam yang berada di bawah kepemimpinan Usman bin Affan (557–656 M) telah mengirim utusannya yang pertama ke Cina pada tahun 651 Masehi. Muslim Cina di Nusantara berasal dari imigran muslim asal Cina yang kemudian menetap atau imigran Cina yang memeluk Islam karena interaksi antaretnis di Nusantara. Pada umumnya mereka datang ke Nusantara untuk meningkatkan taraf hidupnya. Jadi, bukan untuk menyampaikan Islam atau berdakwah. Mereka berasal dari Zhangzhou, Quanzhou, dan Guandong. Meskipun kedatangan etnis Cina muslim bukan untuk berdakwah, keberadaan mereka berdampak dalam perkembangan dakwah. Salah satunya karena adanya proses asimilasi dan perkawinan dengan penduduk setempat.

Demikian pula dengan muhibah pelayaran Laksamana Cheng Ho ke Nusantara pada abad XV. Latar belakang pelayaran Cheng Ho adalah perdagangan serta mempererat hubungan antara Cina dan negaranegara Asia Afrika. Muslim Cina di Nusantara sudah berbaur dengan penduduk setempat. Akan tetapi, pada masa kolonial Belanda, mereka dimasukkan dalam golongan Timur Asing sehingga terpisah dengan penduduk setempat. Pada masa pergerakan kemerdekaan, muslim Cina ikut pula berjuang. Salah satu perannya adalah menjadi peserta dalam peristiwa Sumpah Pemuda.

Pembahasan yang telah kamu pelajari dan analisis di depan, menunjukkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan ulama atau pedagang yang sekaligus seorang mubalig. Misalnya pedagang-mubalig Syekh Abdullah Arif yang mengislamkan masyarakat Pasai.

4. Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia
Di depan kita sudah sedikit menyinggung beberapa kerajaan Islam yang tumbuh pada masa awal perkembangan agama Islam di Indonesia. Dalam subbab ini kamu akan lebih memperdalam mengenai kerajaan-kerajaan Islam tersebut dan perannya dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia.

a. Perlak
Menurut pendapat Prof. Ali Hasymy dalam sebuah makalahnya yang berjudul Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh diperoleh keterangan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak (Peureula) yang berdiri pada pertengahan abad IX dengan raja pertamanya yang bernama Alauddin Syah. Hal ini didasarkan pada naskah tua, Izhharul Haq yang ditulis oleh al-Fashi.

Perlak berkembang menjadi pusat perdagangan lada. Ada banyak pedagang yang singgah di Perlak sehingga Kota Perlak berkembang dan banyak mendatangkan kemakmuran. Hal ini justru menimbulkan ambisi dari tokoh-tokoh setempat untuk saling berkuasa sehingga menimbulkan ketidakstabilan di Perlak. Akibatnya, para pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke Samudera Pasai sehingga pada akhirnya Kerajaan Perlak mengalami kemunduran pada akhir abad XIII.

b. Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai timur Aceh (di sekitar Lhokseumawe) dan berdiri pada abad XIII. Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan Sultan Malik as-Saleh yang merupakan raja pertama di Samudera Pasai yang berangka tahun 1297. Sultan Malik as-Saleh memiliki nama asli Marah Silu. Beliau menikah dengan Langgang Sari yang merupakan putri Raja Perlak. Akibat pernikahan tersebut, kekuasaan Samudera Pasai semakin meluas hingga ke pedalaman. Samudera Pasai menjalin hubungan dengan Delhi di India. Hal ini dibuktikan dengan adanya utusan Sultan Delhi, yaitu Ibnu Batutah yang berkunjung ke Samudera Pasai hingga dua kali.

c. Kerajaan Aceh
Raja pertama Kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim atau Ali Mughayat Syah yang memerintah pada tahun 1514–1528. Akibat dikuasainya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511, banyak pedagang yang beralih ke Aceh. Hal ini menyebabkan semakin majunya Kerajaan Aceh. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu wilayah Aceh mencapai Deli, Nias, Bintan, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaya.

d. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1478. Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah. Demak berhasil menjadi kerajaan besar karena letaknya yang strategis dan memiliki hasil pertanian yang melimpah dengan komoditas ekspornya berupa beras. Kemajuan Demak juga tidak dapat dilepaskan dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sehingga Demak mendapat dukungan dari kota-kota pantai utara Jawa yang lepas dari kekuasaan Majapahit. Dalam mengendalikan pemerintahan, Raden Patah didampingi oleh Sunan Kalijaga dan Ki Wanapala. Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Patah, setelah memerintah selama tiga tahun. Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Trenggono. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demak berusaha membendung masuknya Portugis ke Jawa.

e. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586. Raja-raja yang memerintah Mataram Islam antara lain Sutawijaya, Mas Jolang, dan Sultan Agung. Sutawijaya menjadi Raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Aloga Sayidin Panatagama. Selama pemerintahan Sutawijaya, Mataram selalu diliputi oleh api peperangan, tetapi pada akhirnya berhasil dipadamkan.

Raja terbesar Kerajaan Mataram adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Dalam masa pemerintahannya, Sultan Agung tidak hanya berambisi untuk memperluas wilayah, tetapi juga berusaha meningkatkan derajat kesejahteraan rakyatnya melalui usaha-usaha di bawah ini.
  1. Penduduk di Jawa yang tergolong padat dipindahkan ke Karawang karena daerah ini mempunyai perladangan dan persawahan yang luas.
  2. Dibentuklah suatu susunan masyarakat yang bersifat feodal atas dasar masyarakat yang agraris, yaitu terdiri atas pejabat yang diberi tanah garapan.
  3. Disusunlah buku-buku filsafat, antara lain Sastra Gending, Niti Sastra, dan Astabrata.

 f. Kerajaan Banten
Setelah Fatahillah atau Sunan Gunung Jati berhasil merebut Sunda Kelapa pada tahun 1526, daerah Banten dikembangkan pula sebagai pusat perdagangan dan penyiaran agama Islam. Kerajaan Banten berhasil menjadi kerajaan merdeka setelah melepaskan diri dari Demak. Rajanya yang pertama adalah Sultan Hasanuddin (1552–1570) yang merupakan putra tertua dari Fatahillah. Banten mencapai masa kejayaan di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1682). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat pertempuran melawan VOC sebanyak tiga kali sehingga membuat repot VOC. Kegigihan Sultan Ageng justru ditentang oleh putra mahkotanya sendiri yang bernama Sultan Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap dan diasingkan hingga beliau wafat.

5. Peninggalan Sejarah Peradaban Islam
Dari manakah kita dapat merunut peradaban Islam yang ada di Indonesia? Ya, dari peninggalan sejarahnya. Ada beragam bentuk peninggalan sejarah Islam yang ada di Indonesia. Berbagai bentuk peninggalan sejarah itu, apabila dianalisis secara ilmiah akan dapat mengungkap tahun pembuatan dan tokoh yang mendirikannya. Untuk meneliti keberadaan suatu kompleks bangunan kuno, ilmu Arkeologi akan membantumu dalam menelusuri jejakjejak purbakala itu. Sementara itu, ilmu Sejarah akan membantu mengungkap isi suatu dokumen sejarah (yaitu sumber-sumber yang tertulis).

a. Seni Bangunan
Amati gambar di samping ini dengan saksama! Peninggalan sejarah tersebut tentu bukan merupakan hal yang aneh bagimu. Itulah bukti sejarah, bahwa masuknya Islam di Indonesia melalui proses yang damai. Gambar tersebut adalah gapura masuk pada makam raja-raja di Yogyakarta. Bangunan tersebut merupakan bukti adanya asimilasi dan akulturasi dalam proses islamisasi di Indonesia. Coba carilah arti asimilasi dan akulturasi. Selain bentuk bangunan di samping, apa sajakah peninggalan sejarah Islam yang termasuk klasifikasi seni bangunan? Carilah di daerahmu sendiri atau dari berbagai sumber pustaka.

b. Seni Sastra
Pernahkah kamu mendengar Babad Tanah Jawi dan Hikayat Raja-Raja Pasai? Itulah salah satu bentuk peninggalan sastra Islam. Karya sastra itu ditulis oleh ulama, pemikir, dan cendekiawan muslim. Coba carilah karya sastra yang berwujud babad, hikayat, syair, dan suluk dari sumber-sumber pustaka. Ada bentuk lain peninggalan sejarah di bidang agama, yaitu tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu cara untuk menyucikan diri, meningkatkan akhlak, serta membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi. Nah, orang yang sudah mencapai taraf itu disebut sufi. Pada masa awal perkembangan Islam dikenal Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, dan Syekh Abdur Rauf. Mereka selain sebagai sufi juga pemikir Islam. Coba kamu cari bentuk hasil karya mereka.

c. Seni Rupa
Amati nisan Sultan Malik as-Saleh di samping! Apa yang tertera pada nisan itu? Mengapa sebuah nisan dari peninggalan sejarah Islam harus diberi ukiran semacam itu? Itulah salah satu contoh, betapa peradaban Islam memang telah pernah mencapai puncak kejayaannya. Seni yang tertera pada nisan itu adalah ekspresi kecintaan pembuatnya pada agama Islam yang mereka anut. Selain pada nisan tersebut, karya seni Islam juga dapat ditemukan pada makam Malik Ibrahim dan berbagai kaligrafi dalam masjid-masjid peninggalan sejarah Islam.

d. Seni Pertunjukan
Kamu tentu pernah mendengar atau bahkan melihat pertunjukan wayang kulit. Dari manakah asal kebudayaan itu? Daerah-daerah mana yang ada kebudayaan seperti itu? Pada mulanya wayang itu merupakan hasil budaya Hindu. Oleh para wali, budaya itu digunakan untuk media dakwah dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Mengapa para wali menggunakan media wayang yang telah akrab dengan rakyat itu untuk menyebarluaskan agama Islam? Selain wayang, seni pertunjukan apakah yang merupakan peninggalan sejarah Islam? Nah, dari peninggalan-peninggalan sejarah yang bercorak Islam itulah, kita bisa sedikit demi sedikit merunut peradaban Islam pada masa lampau. Dari peninggalan sejarah yang tersebar di berbagai daerah itu, menunjukkan bahwa Islam telah merata keberadaannya di Indonesia.

e. Perkembangan Kebudayaan Masa Islam
Berkembangnya kebudayaan Islam di Nusantara menambah khazanah budaya nasional Indonesia, serta ikut memberikan dan menentukan corak budaya bangsa Indonesia. Oleh karena kebudayaan yang berkembang di Nusantara sudah begitu kuat di lingkungan masyarakat, perkembangan budaya Islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Dengan demikian, terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia. Di Indonesia Islam menghasilkan seni budaya bernapaskan keagamaan. Berikut ini beberapa contoh seni budaya pada masa perkembangan Islam di Indonesia:

1) Upacara Grebeg Maulud
Upacara Grebeg sangat terkenal di lingkungan masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah dan Cirebon. Upacara Grebeg pertama kali dilaksanakan di Kerajaan Demak kemudian berkembang sampai Kerajaan Mataram. Upacara itu sekarang dilestarikan di Keraton Surakarta, Yogyakarta, dan Cirebon. Di Cirebon upacara mirip Grebeg dinamakan Panjang Jimat. Panjang jimat sendiri pada dasarnya adalah piring dan baki untuk menempatkan makanan yang dibagi-bagikan. Piring dan baki tersebut hanya digunakan sekali dalam setahun. Pada malam menjelang tanggal 12 Maulud, panjang jimat diarak dari keraton menuju masjid dengan diiringi oleh sultan
dan seluruh kerabat keraton.

Pada dasarnya maksud dari upacara Grebeg itu tidak lain sebagai bentuk syukur dari sultan kepada Tuhan. Sultan mengadakan syukuran karena telah dipercaya untuk memimpin rakyat. Hal ini jelas sesuai dengan ajaran Islam. Akan tetapi, dalam prosesi upacara dan perlengkapan serta saji-sajiannya, tidak terlepas dari aspek budaya sebelumnya, sementara doa-doanya menggunakan cara-cara Islam.

2) Sistem Kalender Islam
Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan yang dipakai berdasar pada peredaran bulan (kamariah). Umar menetapkan tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 14 September 622 Masehi. Sistem kalender ini berlaku di Indonesia hingga saat ini. Bukti perkembangan sistem penanggalan atau kalender yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan Sultan Agung. Jika sebelumnya digunakan kalender berdasarkan sistem matahari, sebagai pengaruh dari sistem kalender Hijriah, diciptakan kalender dengan sistem peredaran bulan (kamariah). Akan tetapi, tahunnya tidak menggunakan angka tahun Saka (Jawa) seperti yang sudah digunakan sebelumnya. Sultan Agung juga telah melakukan sedikit perubahan mengenai nama-nama bulan. Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai pada tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat pada tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633).

3) Filsafat
Pada masa penyebaran Islam di Indonesia, perkembangan filsafat sangat dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Setiap orang berusaha mencari kebenaran dan kesempurnaan hidup melalui praktik-praktik keagamaan yang benar. Oleh karena kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan, agar tercapai kesempurnaan dan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat, manusia harus terus-menerus mendekatkan diri kepada Tuhan.

4) Kesenian
Islam menghasilkan berbagai kesenian yang bertujuan untuk penyebarluasan ajarannya. Kesenian tersebut antara lain sebagai berikut:
  1. Permainan debus, yaitu permainan di mana pada puncak acara, para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya, tanpa meninggalkan bekas luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Alquran dan selawat nabi. Tarian ini berkembang di Banten dan Minangkabau.
  2. Seudati, adalah sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dari kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman yang artinya delapan. Aslinya, tarian ini dimainkan oleh delapan orang penari. Para penari menyanyikan lagu yang isinya antara lain selawat nabi.
  3. Pertunjukan wayang yang sebenarnya sudah berkembang sejak zaman Hindu, dikembangkan lagi pada masa Islam. Berdasarkan cerita Amir Hamzah, dikembangkanlah seni pertunjukan wayang golek.

 5) Aksara
Tersebarnya Islam ke Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara atau tulisan. Abjad atau huruf-huruf Arab mulai digunakan di Indonesia. Bahkan huruf Arab digunakan sebagai bahan ukiran. Berkaitan dengan ini berkembanglah seni kaligrafi. Dari berbagai penelitian sejarah dan arkeologi terbukti bahwa Islam masuk dan berkembang di Indonesia secara damai. Inilah yang menyebabkan Islam mendapat sambutan yang luas di kalangan rakyat Indonesia sejak awal kedatangannya. Demikianlah akhir dari perjalanan kita untuk menemukan kembali peradaban Islam di Indonesia. Kamu telah mengetahui sejarah lahirnya Islam dan perkembangannya hingga ke Indonesia. Kamu juga telah mampu melacak berbagai peninggalan sejarah Islam di berbagai daerah.

C. Kekuasaan Kolonial di Indonesia
Semakin pesatnya perkembangan teknologi pelayaran menjadikan penjelajahan samudra oleh bangsa-bangsa Barat semakin ramai. Terdorong oleh keinginan untuk mencari wilayah penghasil rempah-rempah, menyebabkan berbagai bangsa Eropa datang silih berganti ke Nusantara. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda berlomba-lomba untuk menanamkan pengaruhnya di Nusantara.

1. Proses Masuknya Bangsa-Bangsa Eropa ke Indonesia
Orang-orang Eropa biasa membeli rempah-rempah dari pedagang Asia Barat. Oleh karena membeli dari pedagang perantara, harga rempah di Eropa menjadi sangat mahal. Tingginya harga rempah-rempah tersebut mendorong orang-orang Eropa untuk mencari langsung daerah penghasilnya. Dengan tujuan tersebut, bangsa Portugis menguasai Malaka pada tahun 1511, sebagai batu loncatan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku.

a. Bangsa Portugis
Zaman kolonial di Indonesia sesungguhnya dimulai tahun 1511, beberapa saat setelah Portugis menduduki Malaka. Tidak lama setelah menguasai Malaka, armada Portugis telah sampai di Maluku. Dengan didukung oleh penguasaan teknologi pembuatan kapal dan senjata yang tinggi, serta dipermudah adanya pertikaian antarkerajaan, Portugis berhasil mendirikan kantor dagang dan benteng. Bahkan mereka memperoleh hak monopoli dari Sultan Ternate untuk berdagang rempah. Kehadiran Portugis di Maluku itu memperkuat kedudukan Sultan Ternate dalam menghadapi Kerajaan Tidore. Akan tetapi, keinginan Portugis untuk menguasai Ternate mengakibatkan mereka diusir oleh Sultan Baabullah tahun 1575.

b. Bangsa Spanyol
Selain Portugis, bangsa Barat yang mencoba mendirikan koloni di Indonesia adalah bangsa Spanyol. Dari peta di atas terlihat, setelah mendirikan Manila (Filipina) tahun 1571, armada Spanyol berlayar ke arah selatan di sekitar Kepulauan Maluku. Pada tahun 1606 mereka berhasil menduduki Ternate dan membangun kembali Benteng Kastela (berasal dari Castile) peninggalan Portugis. Spanyol berhasil mendirikan permukiman di Ternate dan Siau. Akhirnya, pada tahun 1677 bangsa Spanyol kembali ke Filipina setelah Belanda berhasil masuk dan menduduki Ternate.

c. Bangsa Inggris
Sejak akhir abad XVI East Indian Company (EIC) sudah mengadakan hubungan dagang dengan beberapa wilayah di Indonesia. Namun, Inggris tidak berhasil menanamkan monopoli perdagangan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan Inggris untuk bersaing dengan Belanda. Dengan kekuatan militer dan kemampuan mempengaruhi penguasa setempat, armada dagang Belanda mampu membuat Inggris perlahan-lahan tersingkir dari kawasan perdagangan di Indonesia.

d. Bangsa Belanda
Ekspedisi bangsa Barat lainnya ke Indonesia yang berhasil membentuk kekuasaan kolonial cukup lama adalah Belanda. Pada bulan Juni 1596 kapal-kapal Belanda berhasil berlabuh di pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat. Kamu tentu tahu pemimpin ekspedisi itu dan nama pelabuhan yang dimaksud. Setelah menyusuri berbagai tempat dan memicu konflik dengan pedagang lain di berbagai daerah, tahun 1597 ekspedisi itu kembali ke Belanda dengan membawa keuntungan yang besar. Selanjutnya, ekspedisi Belanda ke Indonesia bukannya berakhir melainkan membuka zaman baru. Pada tahun 1598–1601 perusahaanperusahaan ekspedisi Belanda berlomba-lomba mengirimkan armadanya untuk memperebutkan rempah Indonesia. Akibat persaingan itu adalah meningkatnya pengiriman rempah ke Eropa dan naiknya harga rempah.

Untuk mengatasi persaingan dagang yang tidak sehat, pada tahun 1602 perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda itu akhirnya melebur menjadi satu pada tanggal 20 Maret 1602 dengan nama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC atau Perserikatan Maskapai Hindia Timur). Dalam lidah kita persekutuan dagang itu dikenal dengan nama Kompeni (dari kata Compagnie). Ide penggabungan perusahaanperusahaan itu berasal dari seorang tokoh Majelis Perwakilan Tinggi Belanda, Johan van Olderbarnevelt. Pemerintah Belanda mendukung secara resmi keberadaan VOC. Dengan modal awal 6,5 juta gulden Belanda, mereka diberi wewenang dan hak octrooi. Kewenangan itu antara lain untuk membuat perjanjian dengan para raja Asia atas nama Republik Belanda, membangun benteng dan pasukan, mengangkat para gubernur, serta memelihara hukum dan ketenangan wilayah di luar Belanda. Jan Pieterszoon Coen, sang arsitek kejayaan VOC. Dialah Gubernur Jenderal Belanda yang berhasil menyatukan dua bidang sekaligus. Selain menguasai tempat-tempat produksi rempah dan jalur perdagangannya, dia juga berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kuat dan menguasai wilayahnya.

Kejelian J.P. Coen itu menempatkan VOC sebagai persekutuan dagang multinasional yang pertama. Persekutuan itu mempunyai pegawai yang berasal dari berbagai negara dengan jaringan perdagangan yang meliputi kawasan Asia. Dengan didukung oleh armada dagang yang kuat, disertai oleh siasat yang licik, VOC berhasil menguasai pulaupulau di Indonesia. Setelah menaklukkan Jayakarta tahun 1619, VOC memperluas kekuasaannya dengan menaklukkan Ternate (1620), Banda (1621), Makassar (1660), Banten (1682), dan lain-lain. Perlahan-lahan kehadiran VOC itu melumpuhkan jaringan perdagangan antarpulau yang telah lama terbentuk di Kepulauan Indonesia.

Tampak bagi kita bahwa tujuan kedatangan bangsa Eropa sudah berubah dari tujuan awalnya. Mereka bukan sekadar memperoleh rempah-rempah langsung dari Indonesia, melainkan melakukan kolonialisme atau penjajahan terhadap Indonesia.

2. Cara-Cara Bangsa Eropa Mencapai Tujuan dan Reaksinya
Sebelum kedatangan VOC, Indonesia sudah terlibat dalam jaringan perdagangan internasional dengan sistem yang terbuka. Segala hal mengenai peraturan jual beli, proses penawaran, dan penentuan harga dilakukan secara transparan. Kegiatan ini sebagian besar dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam Indonesia dengan bangsa-bangsa asing melalui perantara Malaka. Jalur yang mereka gunakan adalah Malaka–Maluku dengan Laut Jawa sebagai urat nadinya. Di sepanjang jalur itu muncul pusat-pusat perdagangan dan bandar-bandar pelabuhan. Komoditas perdagangannya antara lain cengkih (dari Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan), pala (dari Banda), dan cendana (dari Solor dan Timor). Sementara itu, komoditas kain (dari Gujarat dan Benggali), beras (dari Jawa), serta lada (dari Banten dan Sumatra).

Selama abad XVII dan XVIII Masehi, pengaruh VOC baik di bidang ekonomi maupun politik sudah tersebar di berbagai wilayah strategis Indonesia. Selama hampir dua abad VOC telah mengeruk keuntungan dari tanah Indonesia. Dalam melakukan kegiatannya VOC membuat kebijakan berupa hal-hal berikut:

a. Membangun Benteng Pertahanan
Semula untuk mengelola urusan dagangnya, VOC mendirikan factorij di Maluku dan Banda. Selain untuk berunding dengan penguasa setempat, pos itu juga menjadi gudang dan permukiman para pedagang utama. Dalam perkembangan selanjutnya karena didesak oleh kepentingan dan konflik dengan penduduk Indonesia maupun saingan Eropa, pos itu berubah menjadi benteng pertahanan. Benteng itu mereka gunakan untuk mengawasi pusat perdagangan di sepanjang jalur pelayaran. Dengan begitu, mereka bisa memungut pajak, memonopoli pembelian dan penjualan rempah, mengendalikan penghasil rempah Maluku, bahkan bisa mengusir Portugis dan Spanyol keluar dari pusat-pusat perdagangan Asia. Bisakah kamu menunjukkan nama dan letak salah satu benteng Belanda di Indonesia?

b. Membuat Perjanjian dengan Para Raja
Salah satu kelihaian yang dimiliki oleh VOC adalah kemampuannya dalam bernegosiasi dan berdiplomasi dengan para raja di Nusantara. Namun, di balik kelihaian itu juga tersimpan kelicikan. Pada tahun 1637 armada VOC di bawah van Diemen berhasil diperdaya oleh persekutuan anti-VOC yang dipimpin Kakiali (murid Sunan Giri yang berasal dari Hitu). Persekutuan ini terdiri atas orang-orang Hitu, Ternate/Hoalmoal, dan Gowa. Maksud persekutuan ini adalah mendorong dilakukannya perdagangan rempah secara ’gelap’. Secara lihai, VOC juga berhasil masuk di dalam kemelut yang melanda Kerajaan Mataram. Mereka mau mengakui Adipati Anom sebagai Amangkurat II yang sedang berperang dengan Trunojoyo untuk memperebutkan takhta Mataram.

Sebuah kesepakatan akhirnya ditandatangani antara VOC dengan Amangkurat II pada tahun 1678. Isinya antara lain Amangkurat II diakui sebagai raja di Mataram, VOC mendapat pelabuhan Semarang dan hak-hak untuk berdagang, serta Mataram harus mengganti biaya perang yang dikeluarkan VOC. Sebuah pukulan yang telak bagi kerajaan terbesar di Jawa, yang membuatnya limbung. Oleh karena itu, setapak demi setapak, Mataram masuk dalam perangkap VOC. Bisakah kamu menunjukkan salah satu perjanjian yang dibuat VOC dengan seorang raja di Nusantara?

c. Monopoli Perdagangan
Kamu tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah monopoli. Itulah salah satu ciri khas VOC yang mereka terapkan di mana pun mereka berada. Mengapa mereka memiliki karakter semacam itu? Salah satu faktor kuncinya karena mereka mengacu pada Regerings-Reglement (asas tujuan perkumpulan) yang dibuat tahun 1650. Apabila diringkas, isi asas itu antara lain melenyapkan semua persaingan dengan jalan apa pun juga asal tercapai maksudnya, serta membeli semurahmurahnya dan menjual semahal-mahalnya. Pada tahun 1652–1653 VOC mengeluarkan kebijakan extirpatie yaitu pemusnahan semua pohon rempah Maluku dengan tujuan agar bisa mengendalikan hasil dan menjaga harga tinggi rempah di Eropa. Kebijakan ini mendapat reaksi dari para pedagang Nusantara dengan mengadakan ”perdagangan gelap”. Inilah yang membuat para direktur VOC menganjurkan untuk membinasakan penduduk Banda dan menggantinya dengan penduduk yang berasal dari pulau lain.

Dalam melakukan kegiatan monopolinya, VOC menerapkan beberapa aturan. Aturan-aturan tersebut sebagai berikut:
  1. Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen. Hak jual beli hanya dimiliki VOC.
  2. Panen rempah-rempah harus dijual kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
  3. Barang kebutuhan sehari-hari, seperti peralatan rumah tangga, garam, dan kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.

 d. Devide et Impera
Kamu tentu sudah sering mendengar istilah devide et impera, yaitu salah satu politik VOC untuk dapat menguasai suatu wilayah dengan cara pecah belah lalu kuasai. Sebagai contoh konkret, VOC menggunakan keperkasaan orang-orang Bugis untuk menghadapi kerajaan lain di Indonesia. Misalnya Aru Palaka (Raja Bone) digunakan Belanda untuk melakukan intervensi ke Kerajaan Mataram di bawah Sultan Amangkurat I. Untuk menghadapi Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa tahun 1825–1830, Belanda menggunakan Legiun Mangkunegaran yang dibentuk tahun 1808 oleh Daendels dan Mangkunegoro II.

Itulah beberapa rangkaian kebijakan yang menjadi garis besar dari kehadiran VOC di Indonesia. Jelas terlihat bahwa VOC berhasil mengubah kondisi sosial ekonomi dan politis rakyat Indonesia. Apa dampak kolonialisme yang dijalankan VOC itu? Secara nyata jaringan perdagangan antarpulau yang telah lama hidup dan berkembang secara bebas merdeka menjadi terganggu. Aktivitas perdagangan yang menjadi urat nadi bangsa Indonesia itu didominasi oleh kepentingan kolonial. Penderitaan dan kemiskinan kemudian menghinggapi bangsa Indonesia.

3. Reaksi Bangsa Indonesia terhadap Bangsa Eropa
Kedatangan bangsa Eropa ke berbagai wilayah di Indonesia mengundang beragam reaksi. Ada yang mau menerima dan bekerja sama, ada pula yang justru mengadakan perlawanan. Perlawanan kebanyakan dipimpin oleh penguasa lokal yang terdesak kepentingan politik dan ekonominya.

a. Perlawanan terhadap Portugis
Upaya perlawanan pertama terhadap kehadiran Portugis dilakukan oleh para penguasa Aceh Sultan Mahmud, Pate Kadir, Alaudin tahun 1511–1537. Penguasa Jepara dan Demak juga 1513 hingga 1575 seperti Adipati Unus juga melawan Portugis dengan menyerang pusat kedudukan mereka di Malaka. Perlawanan terhadap Portugis juga dilakukan oleh penguasa lokal di Maluku. Pada tahun 1512, Alfonso de Albuquerque mengirim ekspedisi ke kawasan Maluku. Kesamaan kepentingan perdagangan menyebabkan kehadiran Portugis diterima dengan baik. 

Perlawanan baru dilakukan setelah Portugis mulai mencampuri urusan internal kerajaan dan terjadinya konflik agama. Ternate, Tidore, Jilolo, dan Bacan adalah pusat-pusat penyebaran agama Islam, sementara itu Portugis mengembangkan agama Kristen. Perlawanan mulai dilakukan pada tahun 1530 setelah janda Sultan Bajangullah dan Taruwes bekerja sama untuk menumpas bangsa Portugis. Rakyat juga memberontak kepada Portugis pada tanggal 27 Mei 1531 dengan membunuh Panglima Portugis. Pada tahun 1534 Ayalo yang didukung rakyat juga melakukan pemberontakan terhadap Portugis di Ternate.

Perlawanan juga dilakukan oleh Sultan Hairun dari Ternate. Rakyat marah setelah Sultan Hairun tewas dibunuh Portugis di dalam benteng Sao Paolo. Perjuangan kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabullah dengan merebut benteng Sao Paolo. Upaya Portugis untuk memadamkan perlawanan rakyat dilakukan dengan mengirim Galvao pada tahun 1536. Ayalo menderita luka parah sehingga para pemimpin lokal terpaksa berdamai dengan Portugis. Kristenisasi yang dilakukan Portugis pada tahun 1575 juga mendorong Baabullah untuk melawan.

b. Perlawanan terhadap Spanyol
Kedatangan bangsa Spanyol semula diterima dengan baik oleh para penguasa lokal, Sultan Almansur dari Maluku. Hal ini karena sultan merasa dikesampingkan oleh Portugis. Namun, kehadiran Spanyol diprotes oleh Portugis. Alasannya hal itu merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas yang dibuat pada tahun 1494. Portugis dan Spanyol pun terlibat konflik dan peperangan. Salah satu benteng di Tidore yang dibangun Spanyol pada tahun 1527 diserang dan direbut Portugis. Konflik segitiga antara Portugis, Spanyol, dan Maluku pun pecah hingga beberapa tahun. Pada tahun 1529 Portugis dan Spanyol membuat Perjanjian Saragosa yang menyatakan bahwa Maluku menjadi wilayah perdagangan Portugis, sementara itu Spanyol mendapatkan Filipina.

c. Perlawanan terhadap VOC
Perlawanan terhadap VOC dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Di Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Makassar perlawanan dilakukan sejak tahun 1630–1800. Perlawanan dilakukan terhadap kepentingan VOC berlangsung sampai dengan meninggalnya Kakiali (tokoh penggerak perlawanan terhadap VOC di Hitu) pada tahun 1643. 

VOC memanfaatkan La Tenritatta to ‘Unru atau Arung Palakka (1634–1696) untuk bisa menguasai Makassar. Meskipun penguasa Gowa memberikan otonomi yang luas pada daerah-daerah yang dikuasainya, hal itu tetap menimbulkan kebencian di kalangan daerah-daerah taklukan. Inilah yang mendasari Bugis mau menerima ajakan VOC untuk menghancurkan Makassar (Gowa). Sultan Hasanudin (1653–1669) akhirnya mengalami kekalahan pada tahun 1669, setelah digempur oleh pasukan VOC dengan sekutunya pasukan Bugis. Arung Palakka pun menjadi orang terkuat yang menguasai Sulawesi Selatan di bawah monopoli VOC.

Perlawanan terhadap VOC di Jawa dilakukan oleh Kerajaan Mataram. Selama pemerintahan Sultan Agung, awalnya memberikan keleluasaan pada VOC untuk berdagang. VOC diberi izin mendirikan loji di Jepara. Namun, Mataram kemudian menolak keberadaan VOC di Jawa. Upaya untuk melawan VOC di Batavia dilakukan Sultan Agung tahun 1628–1629, tetapi mengalami kegagalan. Hal yang sama dilakukan oleh Amangkurat I (1646–1677) sebagai pengganti Sultan Agung. Keberadaan VOC pun masih sangat dibatasi dan VOC bisa masuk ke wilayah Jawa dengan ditarik pajak. Bahkan pada tahun 1660 Amangkurat I menutup perdagangan dengan VOC karena VOC menyerang Palembang. VOC berhasil menguasai Jawa setelah Amangkurat II menjadi raja. Sejak saat itu, konflik berkepanjangan terjadi di antara sesama elite Mataram. VOC berhasil mencampuri kekuasaan hingga memecah Mataram menjadi empat kerajaan.

Itulah beberapa contoh perlawanan rakyat kepada bangsa Eropa. Tentu masih banyak reaksi dan perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap dominasi bangsa Eropa.

4. Perkembangan Masyarakat pada Masa Kolonial
Mengapa ibu kota negara kita terletak di Jakarta? Mengapa tidak terletak di Ambon, Makassar, Bengkulu, Kutai, atau Aceh? Apa yang menyebabkan Jakarta terpilih menjadi tempat kediaman presiden beserta para pejabat tinggi negara lainnya? Apabila kamu mengikuti pembelajaran sejarah di depan dengan saksama, kamu pasti bisa menemukan jawabannya. Munculnya Jakarta sebagai ibu kota negara memang tidak terlepas dari proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat yang ada di Indonesia. Kedatangan orang-orang Barat di Kepulauan Indonesia telah membuka lembaran sejarah baru bagi Indonesia. Serangkaian kebijakan pemerintah kolonial yang diterapkan di berbagai daerah mampu mengubah tatanan kehidupan bangsa Indonesia.

a. Masyarakat Jawa Masa Kolonial
Menurut Raffles dalam bukunya History of Java, penduduk Jawa pada awal abad XIV berjumlah 4.615.270. Dari jumlah itu 1,5 juta di antaranya hidup di daerah kerajaan dan 3 juta ada di daerah yang langsung diperintah oleh pemerintah kolonial. Pada awalnya mereka hidup dari sektor agraris yang diusahakan secara tradisional. Teknologi yang digunakan juga bersifat tradisional, dengan tingkat kebutuhan hidup yang juga masih sederhana. Apa pengaruh kolonialisme itu bagi masyarakat di Pulau Jawa?

1) Bidang Sosial Kemasyarakatan
Hubungan masyarakat di Jawa pada masa prakolonial adalah abdi-bendara. Para bendara dengan kekuasaan dan kedudukannya menguasai tanah dan penduduknya. Dengan demikian, jasa dan hasil bumi harus diserahkan oleh rakyat kepada penguasa kerajaan. Rakyat yang terorganisasi di dalam desa secara berkala harus menyerahkan upeti kepada kerajaan. Fenomena itulah yang berhasil dibidik oleh kolonial Barat. Untuk menjalankan pemerintahannya di tanah jajahan, mereka menggunakan perangkat-perangkat yang sudah ada. Para penguasa pribumi itu dijadikan perantara untuk dapat mengeksploitasi rakyat. Inilah model indirect rule (pemerintahan tidak langsung). Tanah dan tenaga rakyat berhasil dikerahkan untuk melayani kepentingan kolonial melalui peran para bupati. Berbagai macam pungutan diambil dari rakyat oleh bupati untuk mencukupi kas kolonial.

2) Bidang Ekonomi
Akibat adanya kolonialisme, kemakmuran di Jawa mulai melorot jatuh dan kemiskinan mulai melanda. Ada beberapa factor yang bisa dijadikan penyebab:
  1. Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan tidak seimbang sehingga produksi justru semakin berkurang.
  2. Para petani tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk bekerja keras. Praktik sistem tanam paksa dan kerja rodi menyadarkan mereka bahwa kerja keras mereka hanya akan dinikmati oleh kolonial.
  3. Politik pemerintah kolonial yang menempatkan Jawa sebagai saka guru bagi kehidupan masyarakat Belanda. Sampai dengan abad XIX konsentrasi kolonial memang terletak di Jawa. Akibatnya, Jawa harus menanggung beban keuangan untuk daerah-daerah lain yang dikuasai Belanda. Termasuk di antaranya biaya perang kolonial harus dibebankan kepada penduduk Jawa.
  4. Sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk yang berpendapatan rendah. Apalagi pungutan pajak itu tidak adil karena orang Belanda yang memiliki perusahaan perkebunan justru tidak dikenai pajak.
  5. Krisis yang melanda perkebunan-perkebunan pada tahun 1885 sebagai akibat jatuhnya harga kopi, gula, dan tembakau di pasar dunia. Dampaknya para pengusaha perkebunan menekan upah buruh dan sewa tanah hingga serendah mungkin.


3) Bidang Politik
Jawa pada pertengahan kedua abad XVII mengalami puncak krisis di bidang politik. Tokoh-tokoh kuat kerajaan seperti Sultan Agung telah meninggal, konflik intern, perebutan takhta, dan pemberontakan. Benih-benih disintegrasi itu, selain menyebabkan merosotnya peran Mataram juga memancing intervensi VOC ke Jawa semakin intensif. Kekacauan terjadi ketika pengganti Sultan Agung, yaitu Amangkurat I tidak mampu mengatasi pemberontakan Trunojoyo tahun 1677. Mataram selanjutnya dilanda krisis selama tujuh dasawarsa karena lemahnya kepemimpinan elite istana dan campur tangan VOC. Perebutan takhta terjadi sejak Amangkurat I hingga Paku Buwono III. Puncaknya terjadi ketika Jawa dibagi menjadi dua bagian. Menurut Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 oleh Paku Buwono III, VOC dan Pangeran Mangkubumi, Mataram dipecah menjadi dua. Bagian timur di bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan ibu kota Surakarta.

Bagian barat di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi dengan gelar Hamengku Buwono I beribu kota di Yogyakarta. Pembagian Kerajaan Mataram itu sesungguhnya merupakan siasat Belanda. Mataram tidak lagi sebagai kerajaan yang utuh sehingga mudah untuk diadu domba dan dikuasai. Sebagai bukti, koalisi antara Mas Said dengan Mangkubumi berhasil dipisah dan melalui Perjanjian Salatiga tahun 1757, Mas Said diakui VOC sebagai Mangkunegara I. Itulah kelicikan VOC dalam upaya menaklukkan Jawa. Sisa-sisa pengaruh VOC di bidang politik itu hingga kini masih bisa dilihat.

b. Masyarakat di Kawasan Timur Indonesia
Kawasan timur Indonesia sudah sejak lama menjadi incaran bangsabangsa luar. Kamu tentu mengetahui tentang alasannya sehingga bangsabangsa Barat juga ikut bertualang ke kawasan itu. Ya, rempah Maluku adalah komoditas paling berharga dalam perdagangan internasional. Daya tarik rempah yang luar biasa itu menyebabkan bangsa Barat untuk datang ke daerah penghasil rempah. Dengan organisasi dagang yang rapi, mereka datang lalu memonopoli perdagangan rempah. Dalam perkembangannya, dari monopoli perdagangan rempah, bangsa Barat mendirikan imperium yang sangat kukuh. Itulah masa kolonialisme di Indonesia. Kedatangan dan aktivitas bangsa Barat di kawasan timur Indonesia itu menyebabkan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.

1) Bidang Sosial Kemasyarakatan
Kolonialisme Portugis dan Spanyol di kawasan timur Indonesia berlangsung tahun 1511–1677. Selama masa itu mereka berhasil mendirikan permukiman di berbagai tempat. Interaksi penduduk dengan orang-orang Portugis yang intensif menyebabkan penggunaan bahasa Portugis menjadi lebih meluas. Bahasa Portugis pernah menjadi Lingua Franca hingga abad XVIII di kawasan ini. Kata-kata dalam bahasa Portugis pun mulai digunakan sebagai namanama orang. Misalnya De Pereira, De Fretes, Lopies, De Quelju, dan Diaz. Sementara itu, nama hari Minggu berasal dari kata San Domingo (yang mempunyai arti Tuhan yang keramat).

Perkataan ”Meriam” yang biasa dipakai untuk menyebut nama sebuah senjata yang ditinggalkan Portugis, berasal dari kata Santa Mariam (Mariam yang keramat). Orang-orang Portugis yang ingin dilindungi oleh orangorang keramat di dalam peperangan, memberi nama orang keramat itu pada senjata yang mereka pakai. Selain itu, pengaruh Portugis dan Spanyol yang masih tersisa hingga kini adalah pengucapan toponim asli (nama-nama geografis). Misalnya Borneo, Celebes, Seram, Makassar, Manado, Ternate, Tidore, dan Timor.

2) Bidang Ekonomi
Rempah bagi penduduk di Kepulauan Maluku bisa merupakan berkah, tetapi juga menjadi sumber musibah. Komoditas langka yang sempat merajai perdagangan internasional itu pada mulanya mendatangkan kemakmuran. Bencana mulai menimpa ketika bangsa Barat berdatangan langsung di Kepulauan Maluku. Puncaknya ketika VOC di bawah J.P. Coen datang ke Banda. Selain dipaksa menjual rempahnya dengan harga yang ditetapkan oleh VOC, penduduk juga dilarang bertransaksi dengan pedagang-pedagang asing lainnya. Hal ini menyebabkan munculnya ”penyelundupan” rempah oleh penduduk untuk dibawa keluar. Belanda mengambil tindakan yang tidak masuk akal. Pada tahun 1652 mereka mengeluarkan kebijakan extirpatie, yaitu upaya untuk mengendalikan hasil rempah dengan cara mencabuti pohonnya. VOC sendiri saat itu telah menimbun rempah untuk persediaan sepuluh tahun. Secara berkala, VOC juga mengadakan hongitochten atau pelayaran hongi, yaitu perjalanan yang dilakukan oleh pegawai-pegawai VOC dengan tentaranya yang dilengkapi senjata. Mereka naik kora-kora untuk mengawasi daerah-daerah penghasil rempah. Bila ada daerah yang menanam rempah dengan jumlah yang melebihi ketentuan VOC, harus segera dimusnahkan. Bahkan, karena pernah mengadakan perlawanan kepada VOC, penduduk Banda dibinasakan dan sisanya dijual ke Batavia sebagai budak.

3) Bidang Politik
Kamu tentu mengetahui makna siasat devide et impera yang menjadi ciri khas kolonial Belanda di Indonesia. Siasat itu secara jitu diterapkan VOC ketika menghadapi kerajaan kembar Gowa-Tallo, yang saat itu menjadi entrepot utama bagi perdagangan rempah. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, ada banyak pedagang yang berpaling ke Makassar. Ketika VOC dating di kawasan timur Indonesia, Makassar telah menjadi kekuatan yang disegani. Akan tetapi, di dalam negeri Gowa ada beberapa factor yang kurang menguntungkan, yaitu pertentangan internal dengan faksi Bone, persaingan dengan Ternate dalam merebut Sulawesi Utara dan Butung, serta ancaman orang-orang Bugis yang telah dilatih VOC di Batavia.

Ketiga faktor itulah yang menjadi pintu masuk intervensi VOC. Keinginan VOC untuk bisa memonopoli perdagangan bertentangan dengan prinsip perdagangan laut bebas yang dipegang Sultan Hasanuddin. Perang pun terjadi pada tahun 1660–1669. Koalisi antara Gowa-Tallo, dan Wajo serta beberapa kerajaan sekutu berhadapan dengan koalisi VOC-Bone/Soppeng. Pada tanggal 13 November 1667 ditandatangani Perjanjian Bongaya antara Speelman dan Sultan Hasanuddin. Isi perjanjian itu antara lain jaminan utang kepada kompeni, penyerahan wilayah yang direbut dalam perang, pengawasan Bima dialihkan kepada VOC, pembatasan pelayaran orang Makassar, penutupan Makassar bagi perdagangan bangsa Eropa, peredaran mata uang Belanda di Makassar, pembebasan bea cukai bagi VOC, menyerahkan 1.500 budak, VOC memonopoli penjualan bahan kain dan pecah belah Cina, serta yurisdiksi daerah pertahanan Ujungpandang di tangan VOC. Bagaimana pendapatmu setelah membaca butir-butir perjanjian yang diajukan VOC itu?

c. Masyarakat di Indonesia Bagian Barat
Sudah sejak lama kawasan Indonesia bagian barat memegang peran penting dalam perdagangan internasional dengan komoditas utamanya berupa rempah-rempah. Penghasil rempah-rempah pada saat itu antara lain Aceh, Sunda, Batak, Pasemah, Rejang, Lampung, Indragiri, dan Palembang. Tersedianya area perkebunan lada, menempatkan Jambi pada puncak kemakmurannya pada abad XVII. Pedagang lada Indonesia pada tahun 1670 berhasil mengekspor lada ke kawasan Laut Tengah dan Timur Tengah sebanyak 60.000 ton per tahun. Boom lada terjadi pada tahun 1616–1641 saat Kerajaan Aceh dan Banten mencapai puncak kegemilangan.

Dominasi pedagang Islam dalam perdagangan lada membawa keuntungan yang luar biasa. Kekayaan itu antara lain digunakan untuk membangun masjid Baiturrahman (Aceh), peristirahatan raja di Tirtayasa (Banten), dan pembentukan armada perang. Perubahan terjadi ketika tahun 1641 VOC berhasil menduduki Malaka. Pada tahun itu juga Palembang jatuh dan disusul kemudian Jambi diduduki tahun 1643. Pada tahun 1665 VOC mendirikan loji di Padang.

Satu-satunya kerajaan yang harus dihadapi VOC adalah Aceh. Bahkan Aceh adalah daerah yang paling sulit ditundukkan penguasa kolonial hingga abad XX. Sambil menyiapkan siasat dan strategi untuk bisa menaklukkan Aceh, VOC juga mengincar sumber daya alam yang ada di Sumatra. Kolonialisme Barat pun terjadi dan menimbulkan pengaruh bagi kehidupan rakyat.

1) Bidang Sosial Kemasyarakatan
Sebagai akibat ditandatanganinya Traktat Siak tahun 1858, daerah-daerah taklukan Kesultanan Siak diserahkan kepada Belanda. Sejak saat itu, pemodal dari Belanda, Inggris, dan Amerika masuk untuk membuka usahanya di daerah yang subur dan kaya itu. Salah satu bidang yang diutamakan adalah perkebunan tembakau yang dipusatkan di Deli. Untuk keperluan itulah, bangsa kolonial mendatangkan tenaga kerja yang berasal dari Jawa yang disebut kuli. Kerja kuli itu berdasar koelie ordonnantie, yang dibuat tahun 1880 oleh penguasa kolonial. Dalam kontrak itu termuat poenale sanctie, yaitu sanksi hukuman yang diberikan bila para kuli itu melanggar kontrak. Hukuman bisa berupa denda, hukuman atau penjara oleh majikannya. Artinya, berat dan ringannya hukuman tergantung pada kemauan majikan. Penderitaan para tenaga kerja (kuli) pun semakin berat.

2) Bidang Ekonomi
Hal yang membuat kolonial Barat tertarik pada Sumatra dan Kalimantan adalah kekayaan mineralnya. Mulai abad XVII konsentrasi kolonial tertuju pada upaya mengeksplorasi bahanbahan tambang seperti emas, intan, besi, dan timah. Pada tahun 1737 Belanda mendirikan tambang salida dekat Padang yang menghasilkan emas dan perak. Tambang juga didirikan di Lembong Donok dan Lembong Tandai. Sementara itu di Kalimantan, emas ada di Pegunungan Bajang, Pegunungan Bawang-Belankang, Pontianak, dan Sambas. Menurut Raffles tahun 1812, Kalimantan menghasilkan emas 350.000 ons. Pada tahun 1604 Belanda mulai berdagang dengan penambang intan di Kalimantan. Bahkan pada abad XVIII sultan Banjarmasin menandatangani kontrak untuk memasok intan ke VOC. Kamu tentu tahu daerah pusat penambangan intan yang ada di Kalimantan. Sementara itu pada tahun 1722 Belanda berhasil memonopoli perdagangan timah dari Bangka, setelah mendekati Sultan Palembang. Penambangan timah pertama kali berada di Mentok oleh penambang setempat dan baru mulai tahun 1730 raja-raja Palembang membawa penambang-penambang Cina.

3) Bidang Politik
Misi utama kehadiran Belanda di Sumatra adalah terpenuhinya kepentingan ekonomi yang bersumber dari perkebunan dan pertambangan. Ada tiga faktor penghadang laju intervensi Belanda itu, yaitu kegigihan orang-orang Aceh, supremasi Inggris yang masih kuat dengan pusat pemerintahan di Bengkulu, dan adanya gerakan pembaruan Islam di Minangkabau. Ketiga faktor itulah yang mempengaruhi dinamika politik di Pulau Sumatra.

Aceh saat itu diincar oleh Belanda karena letak strategisnya. Apalagi saat itu Terusan Suez telah dibuka. Keinginan untuk menaklukkan Aceh terhalang oleh adanya Traktat London tanggal 17 Maret 1824, yang ditandatanganinya bersama Inggris. Isi traktat itu antara lain Belanda akan menarik diri dari semua jajahan di Asia, Inggris akan menarik diri dari Nusantara dan menyerahkan Bengkulu, serta kedaulatan Aceh tidak boleh diganggu oleh Belanda. Dengan siasat liciknya, pasal tentang Aceh itu berhasil diubah melalui Traktat Sumatra yang ditandatangani tanggal 2 November 1871. Dalam traktat itu, Inggris berjanji tidak akan campur tangan dalam urusan Sumatra. Kamu tentu tahu dampak yang akan timbul. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh.

Setelah terusir dari Banten tahun 1682, Inggris memperkuat kedudukannya di Sumatra. Untuk menghadapi VOC, Inggris mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat. Misalnya dengan Sultan Muhammad Shah dari Indrapura (1660–1691), Raja Adil dan Gulemat dari Bengkulu (1695), Pangeran Sungai Lemau dan Sungai Itam (1685), Pangeran Silebar, Natadiraja (1645), penguasa Seluna (1706), dan Krue (1713) untuk memonopoli lada. Selain itu, Inggris masih memperoleh daerah Natal (1751) dan Tapanuli (1755). Penetrasi Inggris di berbagai daerah itu mempersempit ruang gerak VOC.


Ekspansi Belanda di pesisir barat Sumatra (Minangkabau) berbenturan dengan gerakan kebangkitan Islam. Setelah terkena pengaruh Islam abad XVI, Minangkabau mengenal sistem tiga raja, yaitu Raja Alam (raja dunia), Raja Adat (raja hukum adat), dan Raja Ibadat (raja agama Islam). Gerakan pembaruan Islam tersebut bermula di Agam tahun 1780 dan dikenal sebagai gerakan Padri. Gerakan ini menentang perjudian, sabung ayam, aspek-aspek hukum adat yang didasarkan pada garis ibu, penggunaan candu, minuman keras, tembakau, dan ketaatan yang lemah terhadap ajaran Islam. Dakwah gerakan Padri yang dipimpin oleh tuanku (gelar kehormatan Minangkabau untuk guru agama) berbenturan dengan kaum adat di bawah para penghulu dan keluarga Kerajaan Minangkabau. Perang antarnagari ini dimenangkan oleh gerakan Padri, sampai tahun 1821 saat Belanda mulai intervensi dan mendukung kaum adat-kerajaan. Oleh karena itu, pecahlah Perang Padri.

0 komentar:

Posting Komentar