Ada beberapa pertanyaan awal yang bisa diajukan untuk menelusuri kedatangan
Islam di Indonesia. Beberapa pertanyaan itu adalah, dari mana Islam datang?
Siapa yang membawa dan kapan kedatangannya? Mari kita cari jawabannya bersama-sama.
1. Merunut Masuknya Islam ke Indonesia
Pernahkah kamu mendengar sebutan Serambi Mekah? Daerah manakah yang
mendapat sebutan itu? Mengapa daerah itu disebut Serambi Mekah? Serambi Mekah
adalah sebutan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dahulu kawasan Aceh
menjadi salah satu pusat perdagangan dan perkembangan agama serta kebudayaan
Islam yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara. Kalau untuk dunia perdagangan,
mungkin kamu tidak akan heran karena Aceh letaknya sangat strategis dalam jalur
perdagangan dunia. Namun, bagaimana mungkin Aceh bisa menjadi pusat penyebaran
agama dan kebudayaan Islam? Siapa yang membawa dan dari mana asal pengaruh Islam
itu?
a. Golongan Pembawa Islam di Indonesia
Adanya interaksi antarpedagang dari penjuru dunia dengan intensitas
yang tinggi, memunculkan beragam teori mengenai tokoh yang sebenarnya
memperkenalkan agama Islam kepada penduduk Nusantara. Teori-teori yang muncul
sehubungan dengan pembawa Islam
ke Nusantara antara lain sebagai berikut:
1) Islam Diperkenalkan oleh Bangsa Arab
Sir John Crawford, seorang sejarawan Inggris berpendapat bahwa
Islam sudah sampai ke Indonesia sejak abad VII. Teori ini didasarkan atas
berita Cina dari zaman Dinasti Tang yang menceritakan adanya orang-orang Ta-shih
(bangsa Cina menyebut bangsa Arab dengan sebutan Ta-shih) yang mengurungkan
niatnya menyerang Kalingga. Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) berpendapat
bahwa sejak abad pertama Hijriah, orang-orang Indonesia telah menggali ideologi
Islam ke Mekah dan Mesir yang berintikan mazhab Syafi’i. Hal ini menunjukkan
bahwa agama Islam diperkenalkan oleh bangsa Arab sendiri. Apakah alasan yang
beliau ajukan? Pertama, dalam laporan perjalanan yang ditulis Ibnu Batutah tertulis
bahwa Raja Samudera Pasai bermazhab (aliran) Syafi’i. Saat itu mazhab Syafi’i
baru berkembang di Mesir. Kedua, gelar yang dipakai oleh raja-raja Samudera Pasai dengan
raja-raja Mesir ada persamaan, yaitu al-Malik. Ketiga, sudah ada seorang
ulama Indonesia yang mengajarkan ilmu Tasawuf (ajaran atau cara untuk mengenal
dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara
sadar dengan-Nya di Arab, yaitu Syekh Abu Masud Abdullah Ibn Masud al-Jawi.
2) Islam Datang dari Gujarat/India
Pendapat ini dikemukakan oleh Christian Snouck Hurgronje dari
Belanda. Ia berpendapat bahwa bangsa yang menyebarkan agama Islam pertama-tama
di Indonesia bukan dari Arab, melainkan dari Gujarat, India. Hubungan langsung
antara Indonesia dan Arab baru terjadi pada masa kemudian. Pendapat tersebut
didasarkan pada adanya unsur-unsur Islam di Indonesia yang menunjukkan persamaan
dengan India. Pendapat Snouck diperkuat oleh hasil penelitian kepurbakalaan
J.P. Moquette mengenai nisan kubur dari Samudera Pasai yang memuat nama Sultan
Malik as-Saleh yang berangka tahun 696 H (1297 M) dan diduga nisan tersebut diproduksi
di Cambay-Gujarat.
3) Islam Datang dari Persia
Sejarawan terkemuka Prof. Dr. P.A. Hoessein Djajadiningrat berpendapat
bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui Iran (Persia). Beliau memberi bukti dari
ejaan dan tulisan Arab. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer, dan depan disebut Pes. Dalam bahasa Arab
ejaan itu disebut Fathah, Kasrah, dan Dhammah. Di dalam tulisan Arab, Sin bergigi sementara dalam tulisan
Persia tidak bergigi. Sementara itu, Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di
Persia terdapat suku bangsa ”Leren”. Beliau berpendapat suku inilah yang dahulu
datang ke tanah Jawa, sebab di Giri terdapat Kampung Leran.
b. Golongan Penerima Islam di Indonesia
Ketika Sriwijaya mengalami kemunduran akibat ekspansi Singasari dan
Majapahit, kehidupan politik dan ekonomi mulai guncang. Di pihak lain,
Majapahit mengalami kekacauan akibat pemberontakan di berbagai daerah dan
adanya perseteruan anggota keluarga karena perebutan kekuasaan. Akibat
keguncangan politik dan ekonomi, kehidupan sosial budaya pun goyah.
Keperluan-keperluan upacara keagamaan, kreasi-kreasi dalam kerajinan tangan,
seni bangunan, seni patung dan ukir, serta cabang-cabang seni lainnya
terpengaruh situasi politik dan ekonomi yang kacau. Pada saat kekacauan itu,
banyak pedagang muslim yang singgah di Nusantara. Mereka kemudian memberi
pegangan kepada masyarakat yang sedang mengalami kekacauan. Golongan penerima
Islam di Indonesia sebagai berikut:
1) Para Pedagang
Para pedagang Nusantara tertarik terhadap Islam karena para pedagang
muslim dapat menunjukkan sifat-sifat dan tingkah laku yang baik. Selain itu,
para pedagang itu rata-rata memiliki pengetahuan agama yang tinggi. Para
pedagang Nusantara belajar tentang Islam dari para pedagang muslim, bahkan
beberapa di antaranya datang sendiri ke negeri asal agama tersebut, yaitu Arab.
2) Para Bangsawan
Di antara pedagang Nusantara yang berhubungan dengan para pedagang
muslim adalah penguasa daerah pantai, misalnya adipati atau punggawa kerajaan.
Mereka termasuk dalam golongan bangsawan. Para bangsawan itu memegang peranan
dalam menentukan kebijaksanaan perdagangan dan pelayaran. Mereka juga pemilik
kapal dan saham dalam kegiatan perdagangan. Seperti telah diuraikan di depan,
pada saat itu pusat-pusat kerajaan Hindu, seperti Sriwijaya dan Majapahit
mengalami kekacauan politik. Hal ini menimbulkan keinginan para adipati di pesisir
untuk melepaskan diri dan mengadakan hubungan dengan pedagang muslim. Pada
kesempatan itu pula, raja-raja dan bangsawan Nusantara memeluk agama Islam.
3) Masyarakat
Rakyat umumnya memandang pemimpin dan bangsawan sebagai contoh
yang baik untuk diikuti. Dengan demikian, apabila seorang pemimpin atau
bangsawan memeluk agama Islam maka rakyat akan mengikutinya. Selain itu, rakyat
yang semula menganut agama Hindu, memandang agama Islam lebih baik karena tidak
mengenal kasta. Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Agaknya,
inilah daya tarik paling kuat bagi rakyat kecil untuk memeluk Islam.
2. Cara dan Saluran Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan melalui beberapa
cara seperti berikut.
a. Perdagangan
Dalam hal ini penyebaran ajaran agama Islam dilakukan oleh pedagang
Islam kepada pedagang-pedagang lain. Pada waktu berdagang saudagar-saudagar
dari Gujarat, Persia, dan Arab berhubungan atau bergaul dengan penduduk
setempat (Indonesia). Mereka berhasil memengaruhi penduduk setempat hingga
tertarik untuk menganut agama Islam.
b. Perkawinan
Seorang penganut Islam menikah dengan seorang penganut agama lain
sehingga pasangannya masuk Islam. Contohnya pedagang Islam dari Gujarat,
Persia, dan Arab menetap di Indonesia dan menikahi wanita Indonesia. Di antara
wanita yang mereka nikahi adalah putri raja dan bangsawan. Berkat perkawinan itu, agama Islam menjadi
cepat berkembang. Keturunan-keturunan mereka pasti memeluk agama Islam. Sesudah
raja-rajanya memeluk Islam, sudah barang tentu rakyatnya dengan mudah dapat
terpengaruh sehingga mereka memeluk agama Islam.
c. Pendidikan
Pendidikan agama Islam dilakukan melalui lembaga pesantren (pondok
pesantren), perguruan khusus agama Islam. Penyebaran agama Islam melalui pondok
pesantren berarti penyebaran melalui perguruan Islam. Perguruan ini mendidik
para santri dari berbagai daerah. Setelah tamat, mereka mendirikan lembaga atau
pondok pesantren di daerah asal mereka. Dengan demikian, agama Islam berkembang
dan menyebar ke seluruh Indonesia. Sebelum menjadi lembaga pendidikan resmi
pada tahun 1800-an, pesantren berawal dari kegiatan guru agama di masjid atau
istana, yang mengajarkan tasawuf di pertapaan atau dekat makam keramat, pada abad XVI dan XVII. Sebuah sumber sejarah tradisional, yaitu Serat Centhini
menyebutkan bahwa cikal bakal pesantren terdapat di Karang, Banten. Pesantren
Karang ini berdiri sekitar tahun 1520-an.
d. Dakwah
Penyebaran agama Islam juga banyak dilakukan oleh para wali dan guru
dakwah (mubalig). Contohnya penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para
wali, yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali
Sanga.
e. Akulturasi dan Asimilasi Kebudayaan
Untuk mempermudah dan mempercepat perkembangan agama Islam,
penyebaran agama Islam juga dilakukan melalui penggabungan dengan unsur-unsur
kebudayaan yang ada pada suatu daerah tertentu. Misalnya penggunaan doa-doa
Islam dalam upacara adat, seperti kelahiran, selapanan (peringatan bayi
berusia 35 hari), perkawinan, seni wayang kulit, beberapa bangunan, ragam hias,
dan kesusastraan.
3. Penyebaran Islam di Nusantara
Pengaruh Islam diduga pertama-tama masuk ke Pulau Sumatra melalui pelabuhan
Barus yang terletak di pesisir barat Sumatra. Coba kamu lihat dalam peta, letak
pelabuhan itu. Nah, dari pulau ini aktivitas bergerak ke pelabuhan Lamuri,
Perlak, dan Samudera Pasai. Kamu pasti telah mengetahui mengapa daerah-daerah
ini yang menjadi kawasan di Indonesia yang pertama-tama terpengaruh agama dan
kebudayaan Islam. Dari Pasai, Islam kemudian berkembang ke Pariaman (Sumatra
Barat), Malaka, Tapanuli, Riau, Minangkabau, Kerinci, dan Sumatra Selatan. Pengaruh agama dan kebudayaan Islam mulai
menemukan bentuknya, ketika pada tahun 840 Masehi Perlak berdiri sebagai
kerajaan Islam pertama di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Sultan yang
pertama adalah Alauddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Setelah Perlak, menyusul Kerajaan Samudera Pasai yang didirikan
pada abad XIII oleh Marah Silu. Ia diangkat menjadi raja Islam oleh Syekh
Ismail (seorang ulama dari Dinasti Mamalik di Mesir) dengan gelar ”Malikus
Saleh”. Gelar ini diambil dari nama pendiri Dinasti Mamalik di Mesir yaitu ”Al
Malikush Shaleh Ayub”. Dinasti Pasai memerintah sampai tahun 1406 Masehi.
Tampak bahwa pengaruh Asia Barat dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di
Indonesia masih kuat sampai abad XV.
Dari Samudera Pasai, agama Islam dibawa ke wilayah lain di Sumatra
oleh Syah Baharuddin. Raden Rahmat dan Minak Kumala (raja Kerajaan Lampung)
membawa Islam ke Sumatra Selatan. Raden Samudera atau Sultan Suryanullah
membawa Islam ke Banjarmasin (Kalimantan Selatan), sementara yang ke Kalimantan
Timur dibawa oleh seorang Arab dari Malaka yang menikah dengan putri raja. Syekh
Samsuddin membawa Islam ke Kalimantan Barat. Pembawa Islam ke wilayah Maluku,
Ternate, dan Nusa Tenggara adalah Sunan Giri. Datuk ri Bandang membawa Islam ke
Sulawesi. Fenomena menarik terjadi di Pulau Jawa. Penyebaran agama dan
kebudayaan Islam di pulau ini dilakukan oleh sekelompok yang kelak dikenal Wali
Sanga. Akan tetapi, ulama pertama yang datang dan menyebarkan agama Islam di
Pulau Jawa adalah Maulana Malik Ibrahim.
Apa yang dapat kamu temukan dari fenomena tersebut? Setelah abad XV
penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia dilakukan oleh ulama-ulama
lokal. Pusat penyebaran pada awalnya Kerajaan Samudera Pasai kemudian berpindah
dan berkembang ke berbagai daerah di Indonesia baik di daerah pesisir maupun di
pedalaman. Pedagang-pedagang Islam pada umumnya tinggal selama berbulanbulan, bertahun-tahun,
bahkan akhirnya menetap di wilayah Nusantara. Pedagang-pedagang tersebut
kemudian mendirikan daerah tempat tinggal tersendiri yang mayoritas dihuni oleh
kelompok etnis mereka. Berikut ini beberapa kelompok masyarakat Islam yang
terbentuk pada masa perkembangan Islam di Nusantara.
a. Kelompok Masyarakat Arab
Salah satu fenomena yang muncul sebagai akibat dari interaksi
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa dari kawasan Asia Barat adalah
terbentuknya koloni Arab di Indonesia. Mereka sebagian besar berasal dari
Hadramaut yaitu kawasan pantai Arab Selatan (sekarang daerah Yaman). Coba kamu
cari dalam peta letak Hadramaut itu. Daerah yang menjadi koloni Arab Hadramaut
antara lain Banten, Jakarta, Karawang, Priangan, Cirebon, Tegal, Pekalongan,
Semarang, Jepara, Rembang, Surabaya, Madura, Makassar, Ternate, Aceh, Palembang,
dan Pontianak.
Di antara orang Arab Hadramaut yang menjadi ulama dan tokoh masyarakat
antara lain Sayid Husein Abu Bakar al-Aidrus (wafat tahun 1798 di Jakarta),
Sayid Abdurahman bin Abu Bakar al-Habsyi (wafat tahun 1853), Salim bin Abdullah
bin Sunair (wafat tahun 1854), dan Sayid Usman bin Akil bin Yahya al-Alawi
(wafat tahun 1913). Dari generasi ke generasi, keturunan Arab Hadramaut
ternyata dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengan penduduk Indonesia
lainnya. Mereka beraktivitas dalam berbagai bidang kehidupan. Namun, sebagian
besar dari mereka terjun di dunia perdagangan (kain, batik, minyak wangi, dan
lain-lain).
b. Kampung Pekojan
Pergaulan antara pedagang Gujarat dengan masyarakat Indonesia memunculkan
sebuah perkampungan yang disebut pekojan. Hingga saat ini, beberapa kota di Indonesia di dalamnya terdapat
Kampung Pekojan. Pekojan berasal dari kata koja yang artinya pedagang
Gujarat. Sebagian dari pedagang tersebut menikah dengan wanita Indonesia, terutama
putri-putri raja atau bangsawan. Oleh karena pernikahan itu, banyak keluarga
raja atau bangsawan yang masuk Islam, yang kemudian diikuti oleh rakyatnya.
c. Komunitas Muslim Cina di Nusantara
Awal kedatangan muslim Cina di Nusantara tidak dapat diketahui secara
tepat. Sebagai agama, Islam masuk dan berkembang di negeri Cina melalui jalur
perdagangan, dan masuk melalui ”jalan sutra” mulai abad VII. Saat itu
kekhalifahan Islam yang berada di bawah kepemimpinan Usman bin Affan (557–656
M) telah mengirim utusannya yang pertama ke Cina pada tahun 651 Masehi. Muslim Cina di Nusantara berasal dari imigran muslim asal Cina yang
kemudian menetap atau imigran Cina yang memeluk Islam karena interaksi
antaretnis di Nusantara. Pada umumnya mereka datang ke Nusantara untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Jadi, bukan untuk menyampaikan Islam atau
berdakwah. Mereka berasal dari Zhangzhou, Quanzhou, dan Guandong. Meskipun
kedatangan etnis Cina muslim bukan untuk berdakwah, keberadaan mereka berdampak
dalam perkembangan dakwah. Salah satunya karena adanya proses asimilasi dan
perkawinan dengan penduduk setempat.
Demikian pula dengan muhibah pelayaran Laksamana Cheng Ho ke
Nusantara pada abad XV. Latar belakang pelayaran Cheng Ho adalah perdagangan
serta mempererat hubungan antara Cina dan negaranegara Asia Afrika. Muslim Cina
di Nusantara sudah berbaur dengan penduduk setempat. Akan tetapi, pada masa
kolonial Belanda, mereka dimasukkan dalam golongan Timur Asing sehingga
terpisah dengan penduduk setempat. Pada masa pergerakan kemerdekaan, muslim
Cina ikut pula berjuang. Salah satu perannya adalah menjadi peserta dalam peristiwa
Sumpah Pemuda.
Pembahasan yang telah kamu pelajari dan analisis di depan,
menunjukkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan
ulama atau pedagang yang sekaligus seorang mubalig. Misalnya pedagang-mubalig
Syekh Abdullah Arif yang mengislamkan masyarakat Pasai.
4. Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia
Di depan kita sudah sedikit menyinggung beberapa kerajaan Islam
yang tumbuh pada masa awal perkembangan agama Islam di Indonesia. Dalam subbab
ini kamu akan lebih memperdalam mengenai kerajaan-kerajaan Islam tersebut dan
perannya dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia.
a. Perlak
Menurut pendapat Prof. Ali Hasymy dalam sebuah makalahnya yang
berjudul Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Aceh diperoleh keterangan
bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Perlak (Peureula)
yang berdiri pada pertengahan abad IX dengan raja pertamanya yang bernama
Alauddin Syah. Hal ini didasarkan pada naskah tua, Izhharul Haq yang ditulis oleh
al-Fashi.
Perlak berkembang menjadi pusat perdagangan lada. Ada banyak pedagang
yang singgah di Perlak sehingga Kota Perlak berkembang dan banyak mendatangkan
kemakmuran. Hal ini justru menimbulkan ambisi dari tokoh-tokoh setempat untuk
saling berkuasa sehingga menimbulkan ketidakstabilan di Perlak. Akibatnya, para
pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke Samudera Pasai sehingga pada akhirnya
Kerajaan Perlak mengalami kemunduran pada akhir abad XIII.
b. Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai timur Aceh (di sekitar Lhokseumawe)
dan berdiri pada abad XIII. Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan
Sultan Malik as-Saleh yang merupakan raja pertama di Samudera Pasai yang
berangka tahun 1297. Sultan Malik as-Saleh memiliki nama asli Marah Silu.
Beliau menikah dengan Langgang Sari yang merupakan putri Raja Perlak. Akibat
pernikahan tersebut, kekuasaan Samudera Pasai semakin meluas hingga ke pedalaman.
Samudera Pasai menjalin hubungan dengan Delhi di India. Hal ini dibuktikan
dengan adanya utusan Sultan Delhi, yaitu Ibnu Batutah yang berkunjung ke
Samudera Pasai hingga dua kali.
c. Kerajaan Aceh
Raja pertama Kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim atau Ali Mughayat
Syah yang memerintah pada tahun 1514–1528. Akibat dikuasainya Malaka oleh
Portugis pada tahun 1511, banyak pedagang yang beralih ke Aceh. Hal ini
menyebabkan semakin majunya Kerajaan Aceh. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu wilayah Aceh
mencapai Deli, Nias, Bintan, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaya.
d. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang
berdiri pada tahun 1478. Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah. Demak
berhasil menjadi kerajaan besar karena letaknya yang strategis dan memiliki
hasil pertanian yang melimpah dengan komoditas ekspornya berupa beras. Kemajuan
Demak juga tidak dapat dilepaskan dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sehingga
Demak mendapat dukungan dari kota-kota pantai utara Jawa yang lepas dari kekuasaan
Majapahit. Dalam mengendalikan pemerintahan, Raden Patah didampingi oleh Sunan
Kalijaga dan Ki Wanapala. Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Patah, setelah
memerintah selama tiga tahun. Kerajaan Demak mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan
Sultan Trenggono. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demak berusaha
membendung masuknya Portugis ke Jawa.
e. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586. Raja-raja yang memerintah
Mataram Islam antara lain Sutawijaya, Mas Jolang, dan Sultan Agung. Sutawijaya
menjadi Raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati
Ing Aloga Sayidin Panatagama. Selama pemerintahan
Sutawijaya, Mataram selalu diliputi oleh api peperangan, tetapi pada akhirnya
berhasil dipadamkan.
Raja terbesar Kerajaan Mataram adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Dalam masa pemerintahannya, Sultan Agung tidak hanya berambisi untuk memperluas
wilayah, tetapi juga berusaha meningkatkan derajat kesejahteraan rakyatnya
melalui usaha-usaha di bawah ini.
- Penduduk di Jawa yang tergolong padat dipindahkan ke Karawang karena daerah ini mempunyai perladangan dan persawahan yang luas.
- Dibentuklah suatu susunan masyarakat yang bersifat feodal atas dasar masyarakat yang agraris, yaitu terdiri atas pejabat yang diberi tanah garapan.
- Disusunlah buku-buku filsafat, antara lain Sastra Gending, Niti Sastra, dan Astabrata.
f. Kerajaan Banten
Setelah Fatahillah atau Sunan Gunung Jati berhasil merebut Sunda Kelapa
pada tahun 1526, daerah Banten dikembangkan pula sebagai pusat perdagangan dan
penyiaran agama Islam. Kerajaan Banten berhasil menjadi kerajaan merdeka
setelah melepaskan diri dari Demak. Rajanya yang pertama adalah Sultan
Hasanuddin (1552–1570) yang merupakan putra tertua dari Fatahillah. Banten
mencapai masa kejayaan di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1682).
Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat pertempuran melawan VOC sebanyak
tiga kali sehingga membuat repot VOC. Kegigihan Sultan Ageng justru ditentang
oleh putra mahkotanya sendiri yang bernama Sultan Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan
VOC untuk menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan
Ageng dapat ditangkap dan diasingkan hingga beliau wafat.
5. Peninggalan Sejarah Peradaban Islam
Dari manakah kita dapat merunut peradaban Islam yang ada di Indonesia?
Ya, dari peninggalan sejarahnya. Ada beragam bentuk peninggalan sejarah Islam
yang ada di Indonesia. Berbagai bentuk peninggalan sejarah itu, apabila
dianalisis secara ilmiah akan dapat mengungkap tahun pembuatan dan tokoh yang
mendirikannya. Untuk meneliti keberadaan suatu kompleks bangunan kuno, ilmu
Arkeologi akan membantumu dalam menelusuri jejakjejak purbakala itu. Sementara
itu, ilmu Sejarah akan membantu mengungkap isi suatu dokumen sejarah (yaitu
sumber-sumber yang tertulis).
a. Seni Bangunan
Amati gambar di samping ini dengan saksama! Peninggalan sejarah tersebut
tentu bukan merupakan hal yang aneh bagimu. Itulah bukti sejarah, bahwa
masuknya Islam di Indonesia melalui proses yang damai. Gambar tersebut adalah
gapura masuk pada makam raja-raja di Yogyakarta. Bangunan tersebut merupakan
bukti adanya asimilasi dan akulturasi dalam proses islamisasi di Indonesia.
Coba carilah arti asimilasi dan akulturasi. Selain bentuk bangunan di samping,
apa sajakah peninggalan sejarah Islam yang termasuk klasifikasi seni bangunan?
Carilah di daerahmu sendiri atau dari berbagai sumber pustaka.
b. Seni Sastra
Pernahkah kamu mendengar Babad Tanah Jawi dan Hikayat Raja-Raja
Pasai? Itulah salah satu bentuk peninggalan
sastra Islam. Karya sastra itu ditulis oleh ulama, pemikir, dan cendekiawan
muslim. Coba carilah karya sastra yang berwujud babad, hikayat, syair, dan
suluk dari sumber-sumber pustaka. Ada bentuk lain peninggalan sejarah di bidang
agama, yaitu tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu cara untuk menyucikan diri,
meningkatkan akhlak, serta membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai
kebahagiaan abadi. Nah, orang yang sudah mencapai taraf itu disebut sufi. Pada masa awal
perkembangan Islam dikenal Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin
ar-Raniri, dan Syekh Abdur Rauf. Mereka selain sebagai sufi juga pemikir Islam.
Coba kamu cari bentuk hasil karya mereka.
c. Seni Rupa
Amati nisan Sultan Malik as-Saleh di samping! Apa yang tertera pada
nisan itu? Mengapa sebuah nisan dari peninggalan sejarah Islam harus diberi
ukiran semacam itu? Itulah salah satu contoh, betapa peradaban Islam memang
telah pernah mencapai puncak kejayaannya. Seni yang tertera pada nisan itu
adalah ekspresi kecintaan pembuatnya pada agama Islam yang mereka anut. Selain
pada nisan tersebut, karya seni Islam juga dapat ditemukan pada makam Malik Ibrahim
dan berbagai kaligrafi dalam masjid-masjid peninggalan sejarah Islam.
d. Seni Pertunjukan
Kamu tentu pernah mendengar atau bahkan melihat pertunjukan wayang
kulit. Dari manakah asal kebudayaan itu? Daerah-daerah mana yang ada kebudayaan
seperti itu? Pada mulanya wayang itu merupakan hasil budaya Hindu. Oleh para
wali, budaya itu digunakan untuk media dakwah dalam menyebarkan ajaran agama
Islam. Mengapa para wali menggunakan media wayang yang telah akrab dengan
rakyat itu untuk menyebarluaskan agama Islam? Selain wayang, seni pertunjukan
apakah yang merupakan peninggalan sejarah Islam? Nah, dari
peninggalan-peninggalan sejarah yang bercorak Islam itulah, kita bisa sedikit
demi sedikit merunut peradaban Islam pada masa lampau. Dari peninggalan sejarah
yang tersebar di berbagai daerah itu, menunjukkan bahwa Islam telah merata
keberadaannya di Indonesia.
e. Perkembangan Kebudayaan Masa Islam
Berkembangnya kebudayaan Islam di Nusantara menambah khazanah
budaya nasional Indonesia, serta ikut memberikan dan menentukan corak budaya
bangsa Indonesia. Oleh karena kebudayaan yang berkembang di Nusantara sudah
begitu kuat di lingkungan masyarakat, perkembangan budaya Islam tidak
menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Dengan demikian,
terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia. Di
Indonesia Islam menghasilkan seni budaya bernapaskan keagamaan. Berikut ini
beberapa contoh seni budaya pada masa perkembangan Islam di Indonesia:
1) Upacara Grebeg Maulud
Upacara Grebeg sangat terkenal di lingkungan masyarakat Jawa, terutama
Jawa Tengah dan Cirebon. Upacara Grebeg pertama kali dilaksanakan di Kerajaan
Demak kemudian berkembang sampai Kerajaan Mataram. Upacara itu sekarang
dilestarikan di Keraton Surakarta, Yogyakarta, dan Cirebon. Di Cirebon upacara
mirip Grebeg dinamakan Panjang Jimat. Panjang jimat sendiri pada dasarnya adalah piring dan baki untuk
menempatkan makanan yang dibagi-bagikan. Piring dan baki tersebut hanya
digunakan sekali dalam setahun. Pada malam menjelang tanggal 12 Maulud, panjang
jimat diarak dari keraton menuju masjid dengan diiringi oleh sultan
dan seluruh kerabat keraton.
Pada dasarnya maksud dari upacara Grebeg itu tidak lain sebagai bentuk
syukur dari sultan kepada Tuhan. Sultan mengadakan syukuran karena telah
dipercaya untuk memimpin rakyat. Hal ini jelas sesuai dengan ajaran Islam. Akan
tetapi, dalam prosesi upacara dan perlengkapan serta saji-sajiannya, tidak
terlepas dari aspek budaya sebelumnya, sementara doa-doanya menggunakan cara-cara
Islam.
2) Sistem Kalender Islam
Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab,
beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan yang dipakai berdasar
pada peredaran bulan (kamariah). Umar menetapkan tahun 1 Hijriah bertepatan
dengan tanggal 14 September 622 Masehi. Sistem kalender ini berlaku di
Indonesia hingga saat ini. Bukti perkembangan sistem penanggalan atau kalender
yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan Sultan Agung. Jika
sebelumnya digunakan kalender berdasarkan sistem matahari, sebagai pengaruh
dari sistem kalender Hijriah, diciptakan kalender dengan sistem peredaran bulan
(kamariah). Akan tetapi, tahunnya tidak menggunakan angka tahun Saka (Jawa) seperti
yang sudah digunakan sebelumnya. Sultan Agung juga telah melakukan sedikit perubahan
mengenai nama-nama bulan. Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti
dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai pada tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender
Sultan Agung dimulai tepat pada tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus
1633).
3) Filsafat
Pada masa penyebaran Islam di Indonesia, perkembangan filsafat
sangat dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Setiap orang berusaha mencari kebenaran
dan kesempurnaan hidup melalui praktik-praktik keagamaan yang benar. Oleh
karena kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan, agar tercapai kesempurnaan dan kebahagiaan
hidup di dunia maupun di akhirat, manusia harus terus-menerus mendekatkan diri kepada Tuhan.
4) Kesenian
Islam menghasilkan berbagai kesenian yang bertujuan untuk penyebarluasan
ajarannya. Kesenian tersebut antara lain sebagai berikut:
- Permainan debus, yaitu permainan di mana pada puncak acara, para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya, tanpa meninggalkan bekas luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Alquran dan selawat nabi. Tarian ini berkembang di Banten dan Minangkabau.
- Seudati, adalah sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dari kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman yang artinya delapan. Aslinya, tarian ini dimainkan oleh delapan orang penari. Para penari menyanyikan lagu yang isinya antara lain selawat nabi.
- Pertunjukan wayang yang sebenarnya sudah berkembang sejak zaman Hindu, dikembangkan lagi pada masa Islam. Berdasarkan cerita Amir Hamzah, dikembangkanlah seni pertunjukan wayang golek.
5) Aksara
Tersebarnya Islam ke Indonesia membawa pengaruh dalam bidang
aksara atau tulisan. Abjad atau huruf-huruf Arab mulai digunakan di Indonesia.
Bahkan huruf Arab digunakan sebagai bahan ukiran. Berkaitan dengan ini
berkembanglah seni kaligrafi. Dari berbagai penelitian sejarah dan arkeologi
terbukti bahwa Islam masuk dan berkembang di Indonesia secara damai. Inilah
yang menyebabkan Islam mendapat sambutan yang luas di kalangan rakyat Indonesia
sejak awal kedatangannya. Demikianlah akhir dari perjalanan kita untuk
menemukan kembali peradaban Islam di Indonesia. Kamu telah mengetahui sejarah
lahirnya Islam dan perkembangannya hingga ke Indonesia. Kamu juga telah mampu
melacak berbagai peninggalan sejarah Islam di berbagai daerah.
C. Kekuasaan Kolonial di Indonesia
Semakin pesatnya perkembangan teknologi pelayaran menjadikan penjelajahan
samudra oleh bangsa-bangsa Barat semakin ramai. Terdorong oleh keinginan untuk
mencari wilayah penghasil rempah-rempah, menyebabkan berbagai bangsa Eropa
datang silih berganti ke Nusantara. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan
Belanda berlomba-lomba untuk menanamkan pengaruhnya di Nusantara.
1. Proses Masuknya Bangsa-Bangsa Eropa ke Indonesia
Orang-orang Eropa biasa membeli rempah-rempah dari pedagang Asia Barat.
Oleh karena membeli dari pedagang perantara, harga rempah di Eropa menjadi
sangat mahal. Tingginya harga rempah-rempah tersebut mendorong orang-orang
Eropa untuk mencari langsung daerah penghasilnya. Dengan tujuan tersebut,
bangsa Portugis menguasai Malaka pada tahun 1511, sebagai batu loncatan untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku.
a. Bangsa Portugis
Zaman kolonial di Indonesia sesungguhnya dimulai tahun 1511, beberapa
saat setelah Portugis menduduki Malaka. Tidak lama setelah menguasai Malaka,
armada Portugis telah sampai di Maluku. Dengan didukung oleh penguasaan
teknologi pembuatan kapal dan senjata yang tinggi, serta dipermudah adanya
pertikaian antarkerajaan, Portugis berhasil mendirikan kantor dagang dan
benteng. Bahkan mereka memperoleh hak monopoli dari Sultan Ternate untuk berdagang
rempah. Kehadiran Portugis di Maluku itu memperkuat kedudukan Sultan Ternate
dalam menghadapi Kerajaan Tidore. Akan tetapi, keinginan Portugis untuk
menguasai Ternate mengakibatkan mereka diusir oleh Sultan Baabullah tahun 1575.
b. Bangsa Spanyol
Selain Portugis, bangsa Barat yang mencoba mendirikan koloni di Indonesia
adalah bangsa Spanyol. Dari peta di atas terlihat, setelah mendirikan Manila
(Filipina) tahun 1571, armada Spanyol berlayar ke arah selatan di sekitar
Kepulauan Maluku. Pada tahun 1606 mereka berhasil menduduki Ternate dan
membangun kembali Benteng Kastela (berasal dari Castile) peninggalan Portugis.
Spanyol berhasil mendirikan permukiman di Ternate dan Siau. Akhirnya, pada
tahun 1677 bangsa Spanyol kembali ke Filipina setelah Belanda berhasil masuk
dan menduduki Ternate.
c. Bangsa Inggris
Sejak akhir abad XVI East Indian Company (EIC) sudah mengadakan hubungan dagang dengan beberapa wilayah di
Indonesia. Namun, Inggris tidak berhasil menanamkan monopoli perdagangan di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan Inggris untuk bersaing dengan
Belanda. Dengan kekuatan militer dan kemampuan mempengaruhi penguasa setempat,
armada dagang Belanda mampu membuat Inggris perlahan-lahan tersingkir dari
kawasan perdagangan di Indonesia.
d. Bangsa Belanda
Ekspedisi bangsa Barat lainnya ke Indonesia yang berhasil
membentuk kekuasaan kolonial cukup lama adalah Belanda. Pada bulan Juni 1596
kapal-kapal Belanda berhasil berlabuh di pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat.
Kamu tentu tahu pemimpin ekspedisi itu dan nama pelabuhan yang dimaksud.
Setelah menyusuri berbagai tempat dan memicu konflik dengan pedagang lain di
berbagai daerah, tahun 1597 ekspedisi itu kembali ke Belanda dengan membawa
keuntungan yang besar. Selanjutnya, ekspedisi Belanda ke Indonesia bukannya
berakhir melainkan membuka zaman baru. Pada tahun 1598–1601
perusahaanperusahaan ekspedisi Belanda berlomba-lomba mengirimkan armadanya untuk
memperebutkan rempah Indonesia. Akibat persaingan itu adalah meningkatnya
pengiriman rempah ke Eropa dan naiknya harga rempah.
Untuk mengatasi persaingan dagang yang tidak sehat, pada tahun
1602 perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda itu akhirnya melebur menjadi satu
pada tanggal 20 Maret 1602 dengan nama Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC atau
Perserikatan Maskapai Hindia Timur). Dalam lidah kita persekutuan dagang itu
dikenal dengan nama Kompeni (dari kata Compagnie). Ide penggabungan perusahaanperusahaan itu berasal dari seorang
tokoh Majelis Perwakilan Tinggi Belanda, Johan van Olderbarnevelt. Pemerintah
Belanda mendukung secara resmi keberadaan VOC. Dengan modal awal 6,5 juta
gulden Belanda, mereka diberi wewenang dan hak octrooi. Kewenangan itu
antara lain untuk membuat perjanjian dengan para raja Asia atas nama Republik
Belanda, membangun benteng dan pasukan, mengangkat para gubernur, serta
memelihara hukum dan ketenangan wilayah di luar Belanda. Jan Pieterszoon Coen,
sang arsitek kejayaan VOC. Dialah Gubernur Jenderal Belanda yang berhasil
menyatukan dua bidang sekaligus. Selain menguasai tempat-tempat produksi rempah
dan jalur perdagangannya, dia juga berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kuat
dan menguasai wilayahnya.
Kejelian J.P. Coen itu menempatkan VOC sebagai persekutuan dagang
multinasional yang pertama. Persekutuan itu mempunyai pegawai yang berasal dari
berbagai negara dengan jaringan perdagangan yang meliputi kawasan Asia. Dengan
didukung oleh armada dagang yang kuat, disertai oleh siasat yang licik, VOC
berhasil menguasai pulaupulau di Indonesia. Setelah menaklukkan Jayakarta tahun
1619, VOC memperluas kekuasaannya dengan menaklukkan Ternate (1620), Banda (1621),
Makassar (1660), Banten (1682), dan lain-lain. Perlahan-lahan kehadiran VOC itu
melumpuhkan jaringan perdagangan antarpulau yang telah lama terbentuk di
Kepulauan Indonesia.
Tampak bagi kita bahwa tujuan kedatangan bangsa Eropa sudah berubah
dari tujuan awalnya. Mereka bukan sekadar memperoleh rempah-rempah langsung
dari Indonesia, melainkan melakukan kolonialisme atau penjajahan terhadap
Indonesia.
2. Cara-Cara Bangsa Eropa Mencapai Tujuan dan Reaksinya
Sebelum kedatangan VOC, Indonesia sudah terlibat dalam jaringan perdagangan
internasional dengan sistem yang terbuka. Segala hal mengenai peraturan jual
beli, proses penawaran, dan penentuan harga dilakukan secara transparan.
Kegiatan ini sebagian besar dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam Indonesia
dengan bangsa-bangsa asing melalui perantara Malaka. Jalur yang mereka gunakan
adalah Malaka–Maluku dengan Laut Jawa sebagai urat nadinya. Di sepanjang jalur
itu muncul pusat-pusat perdagangan dan bandar-bandar pelabuhan. Komoditas
perdagangannya antara lain cengkih (dari Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan),
pala (dari Banda), dan cendana (dari Solor dan Timor). Sementara itu, komoditas
kain (dari Gujarat dan Benggali), beras (dari Jawa), serta lada (dari Banten
dan Sumatra).
Selama abad XVII dan XVIII Masehi, pengaruh VOC baik di bidang ekonomi
maupun politik sudah tersebar di berbagai wilayah strategis Indonesia. Selama
hampir dua abad VOC telah mengeruk keuntungan dari tanah Indonesia. Dalam
melakukan kegiatannya VOC membuat kebijakan berupa hal-hal berikut:
a. Membangun Benteng Pertahanan
Semula untuk mengelola urusan dagangnya, VOC mendirikan factorij di Maluku dan Banda.
Selain untuk berunding dengan penguasa setempat, pos itu juga menjadi gudang
dan permukiman para pedagang utama. Dalam perkembangan selanjutnya karena
didesak oleh kepentingan dan konflik dengan penduduk Indonesia maupun saingan Eropa,
pos itu berubah menjadi benteng pertahanan. Benteng itu mereka gunakan untuk
mengawasi pusat perdagangan di sepanjang jalur pelayaran. Dengan begitu, mereka
bisa memungut pajak, memonopoli pembelian dan penjualan rempah, mengendalikan penghasil
rempah Maluku, bahkan bisa mengusir Portugis dan Spanyol keluar dari
pusat-pusat perdagangan Asia. Bisakah kamu menunjukkan nama dan letak salah
satu benteng Belanda di Indonesia?
b. Membuat Perjanjian dengan Para Raja
Salah satu kelihaian yang dimiliki oleh VOC adalah kemampuannya dalam
bernegosiasi dan berdiplomasi dengan para raja di Nusantara. Namun, di balik
kelihaian itu juga tersimpan kelicikan. Pada tahun 1637 armada VOC di bawah van
Diemen berhasil diperdaya oleh persekutuan anti-VOC yang dipimpin Kakiali
(murid Sunan Giri yang berasal dari Hitu). Persekutuan ini terdiri atas
orang-orang Hitu, Ternate/Hoalmoal, dan Gowa. Maksud persekutuan ini adalah
mendorong dilakukannya perdagangan rempah secara ’gelap’. Secara lihai, VOC
juga berhasil masuk di dalam kemelut yang melanda Kerajaan Mataram. Mereka mau
mengakui Adipati Anom sebagai Amangkurat II yang sedang berperang dengan
Trunojoyo untuk memperebutkan takhta Mataram.
Sebuah kesepakatan akhirnya ditandatangani antara VOC dengan
Amangkurat II pada tahun 1678. Isinya antara lain Amangkurat II diakui sebagai
raja di Mataram, VOC mendapat pelabuhan Semarang dan hak-hak untuk berdagang,
serta Mataram harus mengganti biaya perang yang dikeluarkan VOC. Sebuah pukulan
yang telak bagi kerajaan terbesar di Jawa, yang membuatnya limbung. Oleh karena
itu, setapak demi setapak, Mataram masuk dalam perangkap VOC. Bisakah kamu
menunjukkan salah satu perjanjian yang dibuat VOC dengan seorang raja di
Nusantara?
c. Monopoli Perdagangan
Kamu tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah monopoli. Itulah salah satu
ciri khas VOC yang mereka terapkan di mana pun mereka berada. Mengapa mereka
memiliki karakter semacam itu? Salah satu faktor kuncinya karena mereka mengacu
pada Regerings-Reglement (asas tujuan perkumpulan) yang dibuat tahun 1650. Apabila diringkas,
isi asas itu antara lain melenyapkan semua persaingan dengan jalan apa pun juga
asal tercapai maksudnya, serta membeli semurahmurahnya dan menjual
semahal-mahalnya. Pada tahun 1652–1653 VOC mengeluarkan kebijakan extirpatie yaitu pemusnahan
semua pohon rempah Maluku dengan tujuan agar bisa mengendalikan hasil dan
menjaga harga tinggi rempah di Eropa. Kebijakan ini mendapat reaksi dari para
pedagang Nusantara dengan mengadakan ”perdagangan gelap”. Inilah yang membuat
para direktur VOC menganjurkan untuk membinasakan penduduk Banda dan menggantinya
dengan penduduk yang berasal dari pulau lain.
Dalam melakukan kegiatan monopolinya, VOC menerapkan beberapa
aturan. Aturan-aturan tersebut sebagai berikut:
- Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen. Hak jual beli hanya dimiliki VOC.
- Panen rempah-rempah harus dijual kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
- Barang kebutuhan sehari-hari, seperti peralatan rumah tangga, garam, dan kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
d. Devide et
Impera
Kamu tentu sudah sering mendengar istilah devide et impera, yaitu salah satu
politik VOC untuk dapat menguasai suatu wilayah dengan cara pecah belah lalu
kuasai. Sebagai contoh konkret, VOC menggunakan keperkasaan orang-orang Bugis
untuk menghadapi kerajaan lain di Indonesia. Misalnya Aru Palaka (Raja Bone)
digunakan Belanda untuk melakukan intervensi ke Kerajaan Mataram di bawah Sultan
Amangkurat I. Untuk menghadapi Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa tahun
1825–1830, Belanda menggunakan Legiun Mangkunegaran yang dibentuk tahun 1808
oleh Daendels dan Mangkunegoro II.
Itulah beberapa rangkaian kebijakan yang menjadi garis besar dari kehadiran
VOC di Indonesia. Jelas terlihat bahwa VOC berhasil mengubah kondisi sosial
ekonomi dan politis rakyat Indonesia. Apa dampak kolonialisme yang dijalankan
VOC itu? Secara nyata jaringan perdagangan antarpulau yang telah lama hidup dan
berkembang secara bebas merdeka menjadi terganggu. Aktivitas perdagangan yang
menjadi urat nadi bangsa Indonesia itu didominasi oleh kepentingan kolonial.
Penderitaan dan kemiskinan kemudian menghinggapi bangsa Indonesia.
3. Reaksi Bangsa Indonesia terhadap Bangsa Eropa
Kedatangan bangsa Eropa ke berbagai wilayah di Indonesia
mengundang beragam reaksi. Ada yang mau menerima dan bekerja sama, ada pula
yang justru mengadakan perlawanan. Perlawanan kebanyakan dipimpin oleh penguasa
lokal yang terdesak kepentingan politik dan ekonominya.
a. Perlawanan terhadap Portugis
Upaya perlawanan pertama terhadap kehadiran Portugis dilakukan oleh
para penguasa Aceh Sultan Mahmud, Pate Kadir, Alaudin tahun 1511–1537. Penguasa
Jepara dan Demak juga 1513 hingga 1575 seperti Adipati Unus juga melawan
Portugis dengan menyerang pusat kedudukan mereka di Malaka. Perlawanan terhadap
Portugis juga dilakukan oleh penguasa lokal di Maluku. Pada tahun 1512, Alfonso
de Albuquerque mengirim ekspedisi ke kawasan Maluku. Kesamaan kepentingan perdagangan
menyebabkan kehadiran Portugis diterima dengan baik.
Perlawanan baru dilakukan
setelah Portugis mulai mencampuri urusan internal kerajaan dan terjadinya
konflik agama. Ternate, Tidore, Jilolo, dan Bacan adalah pusat-pusat penyebaran
agama Islam, sementara itu Portugis mengembangkan agama Kristen. Perlawanan mulai dilakukan pada tahun 1530 setelah janda Sultan Bajangullah
dan Taruwes bekerja sama untuk menumpas bangsa Portugis. Rakyat juga memberontak
kepada Portugis pada tanggal 27 Mei 1531 dengan membunuh Panglima Portugis.
Pada tahun 1534 Ayalo yang didukung rakyat juga melakukan pemberontakan
terhadap Portugis di Ternate.
Perlawanan juga dilakukan oleh Sultan Hairun dari Ternate. Rakyat marah
setelah Sultan Hairun tewas dibunuh Portugis di dalam benteng Sao Paolo.
Perjuangan kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabullah dengan merebut benteng
Sao Paolo. Upaya Portugis untuk memadamkan perlawanan rakyat dilakukan dengan
mengirim Galvao pada tahun 1536. Ayalo menderita luka parah sehingga para
pemimpin lokal terpaksa berdamai dengan Portugis. Kristenisasi yang dilakukan
Portugis pada tahun 1575 juga mendorong Baabullah untuk melawan.
b. Perlawanan terhadap Spanyol
Kedatangan bangsa Spanyol semula diterima dengan baik oleh para penguasa
lokal, Sultan Almansur dari Maluku. Hal ini karena sultan merasa dikesampingkan
oleh Portugis. Namun, kehadiran Spanyol diprotes oleh Portugis. Alasannya hal
itu merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas yang dibuat pada
tahun 1494. Portugis dan Spanyol pun terlibat konflik dan peperangan. Salah satu
benteng di Tidore yang dibangun Spanyol pada tahun 1527 diserang dan direbut
Portugis. Konflik segitiga antara Portugis, Spanyol, dan Maluku pun pecah
hingga beberapa tahun. Pada tahun 1529 Portugis dan Spanyol membuat Perjanjian
Saragosa yang menyatakan bahwa Maluku menjadi wilayah perdagangan Portugis,
sementara itu Spanyol mendapatkan Filipina.
c. Perlawanan terhadap VOC
Perlawanan terhadap VOC dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia.
Di Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Makassar perlawanan dilakukan
sejak tahun 1630–1800. Perlawanan dilakukan terhadap kepentingan VOC
berlangsung sampai dengan meninggalnya Kakiali (tokoh penggerak perlawanan
terhadap VOC di Hitu) pada tahun 1643.
VOC memanfaatkan La Tenritatta to ‘Unru atau Arung Palakka (1634–1696)
untuk bisa menguasai Makassar. Meskipun penguasa Gowa memberikan otonomi yang
luas pada daerah-daerah yang dikuasainya, hal itu tetap menimbulkan kebencian
di kalangan daerah-daerah taklukan. Inilah yang mendasari Bugis mau menerima
ajakan VOC untuk menghancurkan Makassar (Gowa). Sultan Hasanudin (1653–1669) akhirnya
mengalami kekalahan pada tahun 1669, setelah digempur oleh pasukan VOC dengan
sekutunya pasukan Bugis. Arung Palakka pun menjadi orang terkuat yang menguasai
Sulawesi Selatan di bawah monopoli VOC.
Perlawanan terhadap VOC di Jawa dilakukan oleh Kerajaan Mataram.
Selama pemerintahan Sultan Agung, awalnya memberikan keleluasaan pada VOC untuk
berdagang. VOC diberi izin mendirikan loji di Jepara. Namun, Mataram kemudian
menolak keberadaan VOC di Jawa. Upaya untuk melawan VOC di Batavia dilakukan
Sultan Agung tahun 1628–1629, tetapi mengalami kegagalan. Hal yang sama
dilakukan oleh Amangkurat I (1646–1677) sebagai pengganti Sultan Agung.
Keberadaan VOC pun masih sangat dibatasi dan VOC bisa masuk ke wilayah Jawa
dengan ditarik pajak. Bahkan pada tahun 1660 Amangkurat I menutup perdagangan
dengan VOC karena VOC menyerang Palembang. VOC berhasil menguasai Jawa setelah
Amangkurat II menjadi raja. Sejak saat itu, konflik berkepanjangan terjadi di
antara sesama elite Mataram. VOC berhasil mencampuri kekuasaan hingga memecah
Mataram menjadi empat kerajaan.
Itulah beberapa contoh perlawanan rakyat kepada bangsa Eropa.
Tentu masih banyak reaksi dan perlawanan yang dilakukan rakyat terhadap dominasi
bangsa Eropa.
4. Perkembangan Masyarakat pada Masa Kolonial
Mengapa ibu kota negara kita terletak di Jakarta? Mengapa tidak
terletak di Ambon, Makassar, Bengkulu, Kutai, atau Aceh? Apa yang menyebabkan Jakarta
terpilih menjadi tempat kediaman presiden beserta para pejabat tinggi negara
lainnya? Apabila kamu mengikuti pembelajaran sejarah di depan dengan saksama,
kamu pasti bisa menemukan jawabannya. Munculnya Jakarta sebagai ibu kota negara
memang tidak terlepas dari proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme
Barat yang ada di Indonesia. Kedatangan orang-orang Barat di Kepulauan
Indonesia telah membuka lembaran sejarah baru bagi Indonesia. Serangkaian
kebijakan pemerintah kolonial yang diterapkan di berbagai daerah mampu mengubah
tatanan kehidupan bangsa Indonesia.
a. Masyarakat Jawa Masa Kolonial
Menurut Raffles dalam bukunya History of Java, penduduk Jawa pada
awal abad XIV berjumlah 4.615.270. Dari jumlah itu 1,5 juta di antaranya hidup
di daerah kerajaan dan 3 juta ada di daerah yang langsung diperintah oleh
pemerintah kolonial. Pada awalnya mereka hidup dari sektor agraris yang
diusahakan secara tradisional. Teknologi yang digunakan juga bersifat
tradisional, dengan tingkat kebutuhan hidup yang juga masih sederhana. Apa
pengaruh kolonialisme itu bagi masyarakat di Pulau Jawa?
1) Bidang Sosial Kemasyarakatan
Hubungan masyarakat di Jawa pada masa prakolonial adalah abdi-bendara. Para bendara dengan
kekuasaan dan kedudukannya menguasai tanah dan penduduknya. Dengan demikian,
jasa dan hasil bumi harus diserahkan oleh rakyat kepada penguasa kerajaan. Rakyat
yang terorganisasi di dalam desa secara berkala harus menyerahkan upeti kepada kerajaan. Fenomena
itulah yang berhasil dibidik oleh kolonial Barat. Untuk menjalankan
pemerintahannya di tanah jajahan, mereka menggunakan perangkat-perangkat yang
sudah ada. Para penguasa pribumi itu dijadikan perantara untuk dapat
mengeksploitasi rakyat. Inilah model indirect rule (pemerintahan tidak langsung). Tanah dan tenaga rakyat berhasil
dikerahkan untuk melayani kepentingan kolonial melalui peran para bupati.
Berbagai macam pungutan diambil dari rakyat oleh bupati untuk mencukupi kas
kolonial.
2) Bidang Ekonomi
Akibat adanya kolonialisme, kemakmuran di Jawa mulai melorot jatuh
dan kemiskinan mulai melanda. Ada beberapa factor yang bisa dijadikan penyebab:
- Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan tidak seimbang sehingga produksi justru semakin berkurang.
- Para petani tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk bekerja keras. Praktik sistem tanam paksa dan kerja rodi menyadarkan mereka bahwa kerja keras mereka hanya akan dinikmati oleh kolonial.
- Politik pemerintah kolonial yang menempatkan Jawa sebagai saka guru bagi kehidupan masyarakat Belanda. Sampai dengan abad XIX konsentrasi kolonial memang terletak di Jawa. Akibatnya, Jawa harus menanggung beban keuangan untuk daerah-daerah lain yang dikuasai Belanda. Termasuk di antaranya biaya perang kolonial harus dibebankan kepada penduduk Jawa.
- Sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk yang berpendapatan rendah. Apalagi pungutan pajak itu tidak adil karena orang Belanda yang memiliki perusahaan perkebunan justru tidak dikenai pajak.
- Krisis yang melanda perkebunan-perkebunan pada tahun 1885 sebagai akibat jatuhnya harga kopi, gula, dan tembakau di pasar dunia. Dampaknya para pengusaha perkebunan menekan upah buruh dan sewa tanah hingga serendah mungkin.
3) Bidang Politik
Jawa pada pertengahan kedua abad XVII mengalami puncak krisis di
bidang politik. Tokoh-tokoh kuat kerajaan seperti Sultan Agung telah meninggal,
konflik intern, perebutan takhta, dan pemberontakan. Benih-benih disintegrasi
itu, selain menyebabkan merosotnya peran Mataram juga memancing intervensi VOC
ke Jawa semakin intensif. Kekacauan terjadi ketika pengganti Sultan Agung,
yaitu Amangkurat I tidak mampu mengatasi pemberontakan Trunojoyo tahun 1677.
Mataram selanjutnya dilanda krisis selama tujuh dasawarsa karena lemahnya
kepemimpinan elite istana dan campur tangan VOC. Perebutan takhta terjadi sejak
Amangkurat I hingga Paku Buwono III. Puncaknya terjadi ketika Jawa dibagi
menjadi dua bagian. Menurut Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 oleh Paku Buwono
III, VOC dan Pangeran Mangkubumi, Mataram dipecah menjadi dua. Bagian timur di bawah
kekuasaan Paku Buwono III dengan ibu kota Surakarta.
Bagian barat di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi dengan gelar
Hamengku Buwono I beribu kota di Yogyakarta. Pembagian Kerajaan Mataram itu
sesungguhnya merupakan siasat Belanda. Mataram tidak lagi sebagai kerajaan yang
utuh sehingga mudah untuk diadu domba dan dikuasai. Sebagai bukti, koalisi
antara Mas Said dengan Mangkubumi berhasil dipisah dan melalui Perjanjian Salatiga tahun 1757, Mas Said
diakui VOC sebagai Mangkunegara I. Itulah kelicikan VOC dalam upaya menaklukkan
Jawa. Sisa-sisa pengaruh VOC di bidang politik itu hingga kini masih bisa
dilihat.
b. Masyarakat di Kawasan Timur Indonesia
Kawasan timur Indonesia sudah sejak lama menjadi incaran
bangsabangsa luar. Kamu tentu mengetahui tentang alasannya sehingga
bangsabangsa Barat juga ikut bertualang ke kawasan itu. Ya, rempah Maluku adalah
komoditas paling berharga dalam perdagangan internasional. Daya tarik rempah
yang luar biasa itu menyebabkan bangsa Barat untuk datang ke daerah penghasil
rempah. Dengan organisasi dagang yang rapi, mereka datang lalu memonopoli
perdagangan rempah. Dalam perkembangannya, dari monopoli perdagangan rempah,
bangsa Barat mendirikan imperium yang sangat kukuh. Itulah masa kolonialisme di Indonesia.
Kedatangan dan aktivitas bangsa Barat di kawasan timur Indonesia itu
menyebabkan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.
1) Bidang Sosial Kemasyarakatan
Kolonialisme Portugis dan Spanyol di kawasan timur Indonesia berlangsung
tahun 1511–1677. Selama masa itu mereka berhasil mendirikan permukiman di
berbagai tempat. Interaksi penduduk dengan orang-orang Portugis yang intensif
menyebabkan penggunaan bahasa Portugis menjadi lebih meluas. Bahasa Portugis
pernah menjadi Lingua Franca hingga abad XVIII di kawasan ini. Kata-kata dalam bahasa Portugis
pun mulai digunakan sebagai namanama orang. Misalnya De Pereira, De Fretes, Lopies, De Quelju, dan Diaz. Sementara itu, nama
hari Minggu berasal dari kata San Domingo (yang mempunyai arti Tuhan yang keramat).
Perkataan ”Meriam” yang biasa dipakai untuk menyebut nama sebuah
senjata yang ditinggalkan Portugis, berasal dari kata Santa Mariam (Mariam yang
keramat). Orang-orang Portugis yang ingin dilindungi oleh orangorang keramat di
dalam peperangan, memberi nama orang keramat itu pada senjata yang mereka
pakai. Selain itu, pengaruh Portugis dan Spanyol yang masih tersisa hingga kini
adalah pengucapan toponim asli (nama-nama geografis). Misalnya Borneo, Celebes, Seram, Makassar,
Manado, Ternate, Tidore, dan Timor.
2) Bidang Ekonomi
Rempah bagi penduduk di Kepulauan Maluku bisa merupakan berkah,
tetapi juga menjadi sumber musibah. Komoditas langka yang sempat merajai
perdagangan internasional itu pada mulanya mendatangkan kemakmuran. Bencana
mulai menimpa ketika bangsa Barat berdatangan langsung di Kepulauan Maluku.
Puncaknya ketika VOC di bawah J.P. Coen datang ke Banda. Selain dipaksa menjual
rempahnya dengan harga yang ditetapkan oleh VOC, penduduk juga dilarang
bertransaksi dengan pedagang-pedagang asing lainnya. Hal ini menyebabkan munculnya
”penyelundupan” rempah oleh penduduk untuk dibawa keluar. Belanda mengambil
tindakan yang tidak masuk akal. Pada tahun 1652 mereka mengeluarkan kebijakan extirpatie, yaitu upaya untuk
mengendalikan hasil rempah dengan cara mencabuti pohonnya. VOC sendiri saat itu
telah menimbun rempah untuk persediaan sepuluh tahun. Secara berkala, VOC juga
mengadakan hongitochten atau pelayaran hongi, yaitu perjalanan yang dilakukan oleh
pegawai-pegawai VOC dengan tentaranya yang dilengkapi senjata. Mereka naik kora-kora untuk mengawasi
daerah-daerah penghasil rempah. Bila ada daerah yang menanam rempah dengan jumlah
yang melebihi ketentuan VOC, harus segera dimusnahkan. Bahkan, karena pernah
mengadakan perlawanan kepada VOC, penduduk Banda dibinasakan dan sisanya dijual
ke Batavia sebagai budak.
3) Bidang Politik
Kamu tentu mengetahui makna siasat devide et impera yang menjadi ciri
khas kolonial Belanda di Indonesia. Siasat itu secara jitu diterapkan VOC
ketika menghadapi kerajaan kembar Gowa-Tallo, yang saat itu menjadi entrepot utama bagi
perdagangan rempah. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, ada banyak
pedagang yang berpaling ke Makassar. Ketika VOC dating di kawasan timur Indonesia,
Makassar telah menjadi kekuatan yang disegani. Akan tetapi, di dalam negeri
Gowa ada beberapa factor yang kurang menguntungkan, yaitu pertentangan internal
dengan faksi Bone, persaingan dengan Ternate dalam merebut Sulawesi Utara dan
Butung, serta ancaman orang-orang Bugis yang telah dilatih VOC di Batavia.
Ketiga faktor itulah yang menjadi pintu masuk intervensi VOC. Keinginan
VOC untuk bisa memonopoli perdagangan bertentangan dengan prinsip perdagangan
laut bebas yang dipegang Sultan Hasanuddin. Perang pun terjadi pada tahun
1660–1669. Koalisi antara Gowa-Tallo, dan Wajo serta beberapa kerajaan sekutu
berhadapan dengan koalisi VOC-Bone/Soppeng. Pada tanggal 13 November 1667
ditandatangani Perjanjian Bongaya antara Speelman dan Sultan Hasanuddin. Isi perjanjian itu antara
lain jaminan utang kepada kompeni, penyerahan wilayah yang direbut dalam
perang, pengawasan Bima dialihkan kepada VOC, pembatasan pelayaran orang
Makassar, penutupan Makassar bagi perdagangan bangsa Eropa, peredaran mata uang
Belanda di Makassar, pembebasan bea cukai bagi VOC, menyerahkan 1.500 budak,
VOC memonopoli penjualan bahan kain dan pecah belah Cina, serta yurisdiksi
daerah pertahanan Ujungpandang di tangan VOC. Bagaimana pendapatmu setelah
membaca butir-butir perjanjian yang diajukan VOC itu?
c. Masyarakat di Indonesia Bagian Barat
Sudah sejak lama kawasan Indonesia bagian barat memegang peran
penting dalam perdagangan internasional dengan komoditas utamanya berupa
rempah-rempah. Penghasil rempah-rempah pada saat itu antara lain Aceh, Sunda,
Batak, Pasemah, Rejang, Lampung, Indragiri, dan Palembang. Tersedianya area
perkebunan lada, menempatkan Jambi pada puncak kemakmurannya pada abad XVII.
Pedagang lada Indonesia pada tahun 1670 berhasil mengekspor lada ke kawasan
Laut Tengah dan Timur Tengah sebanyak 60.000 ton per tahun. Boom lada terjadi pada
tahun 1616–1641 saat Kerajaan Aceh dan Banten mencapai puncak kegemilangan.
Dominasi pedagang Islam dalam perdagangan lada membawa keuntungan
yang luar biasa. Kekayaan itu antara lain digunakan untuk membangun masjid
Baiturrahman (Aceh), peristirahatan raja di Tirtayasa (Banten), dan pembentukan
armada perang. Perubahan terjadi ketika tahun 1641 VOC berhasil menduduki Malaka.
Pada tahun itu juga Palembang jatuh dan disusul kemudian Jambi diduduki tahun
1643. Pada tahun 1665 VOC mendirikan loji di Padang.
Satu-satunya kerajaan yang harus dihadapi VOC adalah Aceh. Bahkan
Aceh adalah daerah yang paling sulit ditundukkan penguasa kolonial hingga abad
XX. Sambil menyiapkan siasat dan strategi untuk bisa menaklukkan Aceh, VOC juga
mengincar sumber daya alam yang ada di Sumatra. Kolonialisme Barat pun terjadi
dan menimbulkan pengaruh bagi kehidupan rakyat.
1) Bidang Sosial Kemasyarakatan
Sebagai akibat ditandatanganinya Traktat
Siak tahun 1858, daerah-daerah taklukan
Kesultanan Siak diserahkan kepada Belanda. Sejak saat itu, pemodal dari
Belanda, Inggris, dan Amerika masuk untuk membuka usahanya di daerah yang subur
dan kaya itu. Salah satu bidang yang diutamakan adalah perkebunan tembakau yang
dipusatkan di Deli. Untuk keperluan itulah, bangsa
kolonial mendatangkan tenaga kerja yang berasal dari Jawa yang disebut kuli.
Kerja kuli itu berdasar koelie ordonnantie,
yang dibuat tahun 1880 oleh penguasa kolonial. Dalam kontrak itu termuat poenale
sanctie, yaitu sanksi hukuman yang diberikan bila para kuli
itu melanggar kontrak. Hukuman bisa berupa denda, hukuman atau penjara oleh
majikannya. Artinya, berat dan ringannya hukuman tergantung pada kemauan
majikan. Penderitaan para tenaga kerja (kuli) pun semakin berat.
2) Bidang Ekonomi
Hal yang membuat kolonial Barat tertarik pada Sumatra dan Kalimantan
adalah kekayaan mineralnya. Mulai abad XVII konsentrasi kolonial tertuju pada
upaya mengeksplorasi bahanbahan tambang seperti emas, intan, besi, dan timah. Pada
tahun 1737 Belanda mendirikan tambang salida dekat Padang yang menghasilkan
emas dan perak. Tambang juga didirikan di Lembong Donok dan Lembong Tandai.
Sementara itu di Kalimantan, emas ada di Pegunungan Bajang, Pegunungan Bawang-Belankang,
Pontianak, dan Sambas. Menurut Raffles tahun 1812, Kalimantan menghasilkan emas
350.000 ons. Pada tahun 1604 Belanda mulai berdagang dengan penambang intan di
Kalimantan. Bahkan pada abad XVIII sultan Banjarmasin menandatangani kontrak
untuk memasok intan ke VOC. Kamu tentu tahu daerah pusat penambangan intan yang
ada di Kalimantan. Sementara itu pada tahun 1722 Belanda berhasil memonopoli perdagangan
timah dari Bangka, setelah mendekati Sultan Palembang. Penambangan timah
pertama kali berada di Mentok oleh penambang setempat dan baru mulai tahun 1730
raja-raja Palembang membawa penambang-penambang Cina.
3) Bidang Politik
Misi utama kehadiran Belanda di Sumatra adalah terpenuhinya kepentingan
ekonomi yang bersumber dari perkebunan dan pertambangan. Ada tiga faktor penghadang
laju intervensi Belanda itu, yaitu kegigihan orang-orang Aceh, supremasi
Inggris yang masih kuat dengan pusat pemerintahan di Bengkulu, dan adanya
gerakan pembaruan Islam di Minangkabau. Ketiga faktor itulah yang mempengaruhi
dinamika politik di Pulau Sumatra.
Aceh saat itu diincar oleh Belanda karena letak strategisnya. Apalagi
saat itu Terusan Suez telah dibuka. Keinginan untuk menaklukkan Aceh terhalang
oleh adanya Traktat London tanggal 17 Maret 1824, yang ditandatanganinya bersama Inggris. Isi
traktat itu antara lain Belanda akan menarik diri dari semua jajahan di Asia,
Inggris akan menarik diri dari Nusantara dan menyerahkan Bengkulu, serta
kedaulatan Aceh tidak boleh diganggu oleh Belanda. Dengan siasat liciknya,
pasal tentang Aceh itu berhasil diubah melalui Traktat Sumatra yang
ditandatangani tanggal 2 November 1871. Dalam traktat itu, Inggris berjanji
tidak akan campur tangan dalam urusan Sumatra. Kamu tentu tahu dampak yang akan
timbul. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh.
Setelah terusir dari Banten tahun 1682, Inggris memperkuat kedudukannya
di Sumatra. Untuk menghadapi VOC, Inggris mengadakan perjanjian dengan
raja-raja setempat. Misalnya dengan Sultan Muhammad Shah dari Indrapura
(1660–1691), Raja Adil dan Gulemat dari Bengkulu (1695), Pangeran Sungai Lemau
dan Sungai Itam (1685), Pangeran Silebar, Natadiraja (1645), penguasa Seluna
(1706), dan Krue (1713) untuk memonopoli lada. Selain itu, Inggris masih
memperoleh daerah Natal (1751) dan Tapanuli (1755). Penetrasi Inggris di
berbagai daerah itu mempersempit ruang gerak VOC.
Ekspansi Belanda di pesisir barat Sumatra (Minangkabau) berbenturan
dengan gerakan kebangkitan Islam. Setelah terkena pengaruh Islam abad XVI,
Minangkabau mengenal sistem tiga raja, yaitu Raja Alam (raja dunia), Raja Adat (raja hukum adat),
dan Raja Ibadat (raja agama Islam). Gerakan pembaruan Islam tersebut bermula di
Agam tahun 1780 dan dikenal sebagai gerakan Padri. Gerakan ini menentang perjudian, sabung ayam, aspek-aspek hukum
adat yang didasarkan pada garis ibu, penggunaan candu, minuman keras, tembakau,
dan ketaatan yang lemah terhadap ajaran Islam. Dakwah gerakan Padri yang
dipimpin oleh tuanku (gelar kehormatan Minangkabau untuk guru agama) berbenturan dengan
kaum adat di bawah para penghulu dan keluarga Kerajaan Minangkabau. Perang antarnagari ini
dimenangkan oleh gerakan Padri, sampai tahun 1821 saat Belanda mulai intervensi
dan mendukung kaum adat-kerajaan. Oleh karena itu, pecahlah Perang Padri.
0 komentar:
Posting Komentar